Paul juga menuturkan bahwa hal itu tidak hanya terjadi pada BSI, bank lain pen pernah mengalaminya. Namun, ketika itu hanya ATM saja yang terganggu, sistem lain misalnya mobile banking atau m-banking tetap berfungsi sehingga transaksi bisa tetap jalan.
Dengan adanya masalah yang terjadi pada BSI itu, Paul menyarakan agar Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar mendesak seluruh bank untuk memprioritaskan upaya mitigasi risiko teknologi, terlebih serangan virus. “Dengan demikian, kepentingan dan perlindungan nasabah harus menjadi prioritas,” tutur dia.
Sementara Praktisi Perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Peneliti Lembaga Ekonomi, Sosial, dan Ekosistem Digital (ESED) Chandra Bagus Sulistyo menjelaskan bahwa segala potensi dan dampak ekonomi pasti ada. Namun, kejadian gangguan layanan BSI itu berdampak secara internal.
“Karena bagaimana pun kejadian tersebut adalah risiko operasional,” ujar dia.
Dia menilai kejadian di BSI itu menjadi pembelajaran bagi semuanya termasuk di perbankan nasional. Karena peristiwa itu harus diantisipasi dengan adanya era digitalisasi teknologi yang diharapkan semua layanan itu bisa difasilitasi dengan kecanggihan teknologi.
Karena, Chandra berharap dengan digtalisasi teknologi, layanan perbankan menjadi semakin mudah, dan manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat. Ketika bicara tentang layanan masyarakatnya terganggu, dia berujar, mungkin secara bertahap akan dilakukan perbaikan oleh BSI bagaimana mengembalikan trust masyarakat.
“Kita ini bisnis perbankan, bisnis trust itu yang harus kita jaga,” kata Chandra.
Sehingga menurut Chandra mungkin secara internal BSI akan melakukan proses perbakan dari kondisi kurang baiknya layanan yang ada. “Kinerja perbankan nasional masih cukup kondusif ada beberapa hal yang perlu diperbaiki tapi itu menjadi chalenging bagi kita semuanya,” ujar Chandra.
MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR
Pilihan Editor: Layanan Perbankan Error, Dirut BSI: Tidak Ada Rush Money
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini