Masalah sistemik
Yusuf berulang kali menggarisbawahi bahwa persoalan ini adalah masalah sistemik. Sebab, permasalahan di daerah, termasuk jalan rusak juga terjadi merata di semua daerah, tidak hanya Lampung saja.
Ia pun menyarankan agar pemerintah segera menyelesaikan tata kelola anggaran daerah yang sudah lama bermasalah. Terlebih, ia menilai, buruknya pengelolaan APBD tidak hanya di Pemerintah Provinsi Lampung saja, tapi hampir di semua pemerintah daerah.
Tata kelola anggaran buruk
Ia menjelaskan, buruknya kondisi jalan di Lampung ini menunjukkan buruknya tata kelola anggaran Pemerintah Provinsi Lampung, di mana sebagian besar anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) habis untuk belanja pegawai dan belanja rutin lainnya. Karena itu, langkah ambil alih yang dilakukan pemerintah pusat bukan solusi yang tepat sasaran,
Jalan nasional harus jadi prioritas
Selain itu, Yusuf menilai rencana pemerintah pusat mengambil alih tanggung jawab jalan provinsi yang rusak seakan-akan menunjukkan tidak ada lagi jalanan nasional yang rusak. Sementara jalanan nasional inilah yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah pusat.
Padahal faktanya, tutur Yusuf, masih banyak jalan nasional dalam kondisi rusak. Termasuk jalan nasional yang ada di Lampung. Karena itu, ia menyimpulkan sebaiknya pemerintah pusat berfokus pada akar masalah.
"Jangan menjadikan kasus ini sebagai komoditas politik untuk pencitraan," ujarnya.
APBD Lampung besar
Hal senada, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menegaskan langkah tersebut salah, kecuali jalan yang diperbaiki adalah jalan nasional, bukan jalan provinsi kabupaten/kota.
"Karena kalau melihat APBD di Lampung besar sekali itu Rp 7 triliun lebih," tuturnya kepada Tempo, Ahad, 7 Mei 2023.
Bhima menilai masalahnya terdapat pada pengalokasian APBD Lampung. Sebab, total Rp 7 triliun itu yang dialokasikan untuk infrastruktur masih sangat kecil. Sisanya lebih banyak digelontorkan untuk belanja pegawai dan belanja barang.