4. Indef: RI Jangan Banyak Berharap pada Ekonomi AS yang Berpotensi Gagal Bayar Utang
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyatakan harus ada sejumlah langkah antisipasi diambil Indonesia agar terhindar dari dampak potensi gagal bayar utang Amerika Serikat. Salah satunya bisa mengoptimalkan pasar atau hubungan dagang dengan negara lain selain Amerika.
“Kita punya hubungan dagang besar juga dengan Cina, India, dan negara lain termasuk di ASEAN. Ini yang harus lebih kita optimalkan, karena sepertinya kita tidak bisa berharap terlalu banyak dengan ekonomi AS juga,” ujar dia dalam acara virtual Market Review IDX Channel pada Selasa, 2 Mei 2023.
Eko menilai saat ini tren ekonomi Amerika mengalami penurunan, bahkan menuju situasi resesi. Bahkan beberapa waktu lalu juga ada gejolak keuangannya di sana. Menurut dia, sepertinya dinamika ekonomi di Amerika ini akan berlangsung selama 2023.
Sehingga pilihannya adalah mengoptimalkan mitra-mitra dagang lain selain Amerika, terutama di Asia. Eko menuturkan bahwa, sebetulnya Asia sepanjang 2023-2024 ekonominya diperkirakan bersinar dibandingkan dengan benua lain. Karena pertumbuhannya masih positif, sementara di ASEAN sendiri juga mungkin bisa tumbuh di atas 5 persen.
“Sehingga momentum kita sebagai keketuaan KTT ASEAN ini benar-benar harus dioptimalkan juga untuk memperkuat kerja sama kita dengan mitra dagang di ASEAN ini,” ucap Eko.
- Izin Ekspor Freeport Diperpanjang, Pengamat Khawatir Program Hilirisasi Berantakan
Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan pemerintah seharusnya tidak memberikan izin perpanjangan relaksasi ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia (PTFI). Izin tersebut, mestinya berakhir Juni 2023 tetapi diperpanjang hingga Mei 2024.
"Padahal pelarangan ekspor konsentrat itu berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba yang melarang ekspor tambang dan mineral mentah tanpa hilirisasi di dalam negeri," kata Fahmy dalam keterangan tertulis, Senin, 1 Mei 2023.
Pemerintah tidak hanya sekali dua kali memberikan izin relaksasi ekspor konsentrat kepada PTFI. Bahkan sejak 2014, lanjut Fahmy, sudah lebih dari delapan kali izin tersebut diberikan dengan janji pembangunan smelter.
"Namun, Freeport selalu ingkar janji untuk menyelesaikan pembangunan smelter hingga kini," ujar Fahmy.
Menurut dia, pemberian relaksasi ini bakal memicu ketidakpastian hukum yang menyebabkan investor smelter hengkang dari Tanah Air. Selain itu, menimbulkan diskriminasi terhadap pengusaha nikel dan bauksit yang sudah diwajibkan melakukan hilirisasi di smelter dalam negeri. Mereka pun bisa saja menuntut relaksasi ekspor serupa.
Berita lengkap bisa dibaca di sini.
Baca juga: Anak Yasonna Laoly Diduga Monopoli Bisnis Lapas, Ini Penjelasan Kementerian Hukum dan HAM
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.