“Ditjen Bea Cukai kemudian menindaklanjuti surat rekomendasi PPATK itu, salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor) dan disimpulkan belum ditemukan adanya indikasi pelanggaran pidana di bidang kepabeanan. Nanti kita bahas sesuai ketentuan kepabeanan yang berlaku global,” ujar dia.
Menurut dia, mempertimbangkan tidak ditemukannya unsur pidana kepabeanan maka dilakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan. Yaitu melalui surat PPATK nomor SR-595/PR.01/X/2020 yg disampaikan ke Ditjen Pajak.
Data di surat tersebut dimanfaatkan Ditjen Pajak untuk pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT Q. Sehingga wajib pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran dan diperoleh pembayaran sebesar Rp 1,25 miliar serta berhasil mencegah restitusi lebih bayar SPT Tahunan 2016 yang sebelumnya diajukan oleh PT Q sebesar Rp 1,58 miliar.
Dari kronologis tersebut, kata Prastowo, menjadi jelas bahwa Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK yang diserahkan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. “Semua dapat dijabarkan dengan akuntabel, transparan, bahkan digunakan untuk optimalisasi penerimaan. Termasuk mengenai impor akan kami bahas tuntas,” kata Prastowo.
Dia pun menegaskan bahwa Kemenkeu akan terus berkoordinasi dengan PPATK dan aparat penegak hukum melalui arahan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan Dan Pemberantasan TPPU. “Ini untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan, apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal,” ujarnya.
Baca juga: Kasus Korupsi BTS Bakti, Johnny Plate Diduga Minta Setoran Rp 500 Juta per Bulan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.