Sehingga jelas kenapa kegiatan ekspor disebut dalam klarifikasi Wakil Menteri Keuangan pada Jumat pekan lalu. Karena aktivitas ekspor yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q. Selanjutnya, tentu penyidikan yang dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor. “Itulah duduk perkara secara kronologis,” tutur Prastowo.
Setelah kasus dinyatakan P21 atau pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap, atas perkara PT Q dilakukan persidangan dengan hasil Putusan Nomor 2120/Pid.Sus/2016/PN.Tng tanggal 14 Februari 2017. “Isinya terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana. Lha dalah!?” kata dia.
Namun, PT Q mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan Putusan Nomor 199 PK/PID.SUS/2019 tanggal 17 Juli 2019 yang menyatakan PT Q terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana. “Nah jelas ya di sini. Putusan MA yang menyatakan ini. Inkracht.” Hal itu juga paralel dengan penanganan perkara PT Q tersebut.
Kemudian Kemenkeu dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan pemeriksaan atas entitas PT Q. Selain itu, dilakukan penelitian administrasi kepabeanan oleh Ditjen Bea Cukai, penelitian administrasi perpajakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak), kemudian dilakukan penyelidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). “PPATK kirim Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP),” ujar dia.
Prastowo kemudian menyinggung pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopohukam) Mahfud MD soal kasus tersebut saat rapat bersama Komisi III DPR RI. Saat itu Mahfud mengatakan bahwa ada LHP PPATK yang diserahkan pada 2017 dan diterima Ditjen Bea Cukai dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu.
“Bukan tidak ditindaklanjuti. Justru sedang berproses maka dilakukan kegiatan intelijen untuk memperkuat ini. Apalagi 2019 ternyata hasil peninjauan kembali memenangkan terdakwa,” kata dia.
Berdasarkan kasus PT Q serta ditemukannya kesamaan modus, PPATK menyampaikan surat SR-205/PR.01/V/2020 kepada Ditjen Bea Cukai. Yakni laporan hasil pemeriksaan terhadap grup perusahaan yang bergerak di bidang emas (ada sembilan wajib pajak badan, dan lima orang wajib pajak orang pribadi) dengan total nilai transaksi keuangan (keluar-masuk) sebesar Rp 189,7 triliun.
Selain itu, Prastowo menambahkan, sejak 2020 juga dilaksanakan tripartit yang merupakan forum intelijen joint analysis dengan callsign Jagadara (Juanda – Gatot Subroto – Rawamangun). Tujuannya untuk optimalisasi penerimaan negara yang melibatkan PPATK, Ditjen Pajak, dan Ditjen Bea Cukai.
Selanjutnya: Ditjen Bea Cukai kemudian menindaklanjuti ...