TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) meminta pemerintah menyelidiki seluruh izin yang diberikan ke importir pakaian dalam lima tahun terakhir atau sejak 2018. Pasalnya, APSyFI mengungkapkan impor pakaian bekas ilegal yang tak tercatat atau unrecorded telah mencapai 320 ribu ton per hari atau senilai Rp 32,48 triliun.
“Kami merekomendasikan, untuk dilakukan penyelidikan menyeluruh atas izin impor yang sudah diberikan dalam 5 tahun terakhir, baik API-U maupun API-P dan transparansi pemberian izin impor untuk setiap perusahaan,” ucap Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 1 April 2023.
Selain itu, dia berharap pemerintah juga melakukan penyelidikan atas perusahaan yang memfasilitasi impor borongan dan undername. Sebab, ia mengungkapkan perusahaan tersebut selalu masuk jalur hijau.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga sudah tegas melarang bisnis thrifting. Hal itu kemudian ditindaklajuti oleh Kementerian Perdagangan dan kepolisian dengan melakukan aksi penyitaan dan pemusnahan barang dari para pedagang.
Lebih jauh Redma pun menilai kegiatan ilegal ini berjaitan dengan fasilitas kemudahan jalur hijau yang diberikan oleh pihak Bea Cukai. Karena itu, dia meminta agar dilakukan penyelidikan ihwal transparansi penentuan jalur hijau dan merah ini.
Di sisi lain, menurut Redma, perlu ada penangkapan importir pakaian bekas dengan cara menelusuri pelaku dari pedagang offline maupun online.
Redma menjelaskan besarnya jumlah baju bekas impor yang masuk telah membuat pemerintah berpotensi kehilangan pendapatan sebanyak Rp19 triliun. APSyFI mencatat Indonesia kehilangan potensi serapan 545 ribu tenaga kerja langsung dan 1,5 juta tenaga kerja tidak langsung. Adapun total pendapatan karyawan mencapai Rp 54 triliun per tahun.
Selanjutnya: Jika diproduksi di dalam negeri...