BPKP Ungkap Penyebab Mandek
Setahun berlalu sampai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyoroti ihwal mandeknya pengerjaan proyek ini. Direktur Pengawasan Badan Usaha Energi dan Pertambangan BPKP Susilo Widhyantoro mengatakan, rencana konstruksi lanjutan untuk proyek pengganti impor LPG belum juga kelihatan jelas di lapangan.
Padahal, kata Susilo, program yang ikut menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) itu sudah diresmikan Jokowi pada Januari 2022 lalu.
“Kita mau konversi batu bara ke DME saja tidak jalan-jalan, sudah setahun di-groundbreaking sama Pak Presiden tidak jalan-jalan, [padahal] financing sudah ada ini,” kata Susilo di Jakarta, Rabu, 1 Maret 2023.
Menurut Susilo, mandeknya pengerjaan program gasifikasi batu bara itu disebabkan karena badan usaha terkait masih belum sepakat soal hitung-hitungan investasi serta bisnisnya mendatang. “Karena tadi kita masih berkutat pada hitung-hitungan masing-masing badan usaha, loh nanti kami rugi [begitu],” kata dia.
Di sisi lain, dia berharap, pemerintah dapat meyakinkan investor serta badan usaha pelat merah yang ditugaskan untuk dapat segera mempercepat pengerjaan proyek tersebut. Menurut dia, pemerintah dapat memberi kemudahan serta insentif yang mendukung keberlanjutan proyek serta kemampuan perusahaan tersebut. “Peran para pemegang saham meyakinkan kembali perusahaan, kita bicara negara bukan lagi bicara masing-masing badan usaha,” tuturnya.
Target COD 2027
Proyek hilirisasi batu bara yang ditarget commercial operation date (COD) pada kuartal IV 2027 itu menarik investasi awal dari Air Products & Chemical Inc (APCI) sebesar US$ 2,1 miliar atau setara dengan Rp 30 triliun. Target COD itu sebenarnya molor dari target awal yang sempat ditetapkan pada 2024.
APCI menggenggam saham mayoritas mencapai 60 persen dari proyek gasifikasi itu, diikuti dengan Bukit Asam dan PT Pertamina (Persero) masing-masing 20 persen. Sementara itu, masa kontrak APCI ditenggat selama 20 tahun dengan skema opsi BOT pada akhir kerja sama.
Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun. Nantinya, Pertamina bakal menjadi penyalur atau distributor tunggal DME yang diproduksi dari proyek tersebut. Harapannya Pertamina mendapat margin dari setiap penjualan produk substitusi LPG tersebut.
Selanjutnya: Berharap Perpres Jokowi