TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati menilai rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merevisi Peraturan Menhub Nomor 12 Tahun 2019 dan menyerahkan wewenang penetapan tarif ojek online (Ojol) kepada gubernur belum cukup untuk mendorong kesejahteraan pengemudi. Menurutnya, hal yang lebih mendesak adalah mengubah status pengemudi sebagai mitra menjadi pekerja.
“Kemenhub tidak berpihak kepada kepentingan pengemudi Ojol karena pasal lain yang selama ini merugikan pengemudi Ojol justru tidak direvisi,” kata Lily melalui keterangan tertulis, Rabu, 8 Februari 2023.
Baca Juga:
Baca juga: Wacana Penentuan Tarif Ojol Oleh Gubernur, Kemenhub: Masih Dibahas
Pasal yang dia maksud adalah pasal 15 yang menyatakan bahwa hubungan antara perusahaan aplikasi dengan pengemudi merupakan hubungan kemitraan. Padahal pada kenyataannya hubungan yang terjadi adalah hubungan kerja. Lily berujar, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 Ayat 15 dengan jelas mengatur hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
“Pada praktiknya aplikator sebagai pengusaha transportasi darat memberikan pekerjaan, perintah untuk mengantarkan barang maupun penumpang, dan memberi upah atau imbalan melalui aplikasi yang digunakan pengemudi Ojol,” kata dia.
Namun melalui aplikasi, upah Ojol dikurangi dengan biaya sewa penggunaan aplikasi atau potongan aplikator sebesar 20 hingga 40 persen. Dengan adanya hubungan kerja yang dimanipulasi dengan hubungan kemitraan, kata Lily, maka aplikator memperoleh profit ilegal yang berlipat-lipat karena tidak perlu memenuhi hak-hak pekerja yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Menurut Lily, pengemudi Ojol mestinya mendapat kondisi kerja yang manusiawi, seperti upah minimum layak, waktu kerja 8 jam dan waktu istirahat, berhak atas upah kerja lembur, mendapatkan istirahat mingguan dan cuti tahunan dengan mendapatkan upah. Pengemudi perempuan juga seharusnya mendapatkan hak cuti haid, cuti melahirkan, cuti keguguran, kesempatan menyusui anak dalam jam kerja, dengan tetap mendapatkan upah penuh tanpa potongan.
Selain itu pengemudi Ojol dengan status pekerja berhak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja. “Sehingga, pengemudi Ojol berhak untuk melakukan perundingan dengan aplikator, melakukan mogok kerja bila perundingan gagal, dan tidak sepihak di-PHK karena mengkritisi pengusaha atau melakukan kegiatan serikat pekerja,” ujar Lily.
Baca juga: Ojol Tolak Sistem Jalan Berbayar, Regulasinya Sedang Direvisi
Wacana aturan tarif Ojol oleh gubernur ini kali pertama disampaikan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hendro Sugiatno dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi V DPR RI, Selasa, 29 November 2022. "Permenhub Nomor 12 Tahun 2019 sedang dilakukan revisi atau penyesuaian terhadap kewenangan atas biaya jasa," ujar Hendro.
Hingga kini, progress revisi aturan tersebut masih dalam tahap pembahasan. Namun, Direktur Angkutan Jalan Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Suharto mengatakan, ada kemungkinan perubahan aturan secara total.
“Tapi namanya perubahan regulasi, tidak bisa berubah seketika. Pasti ada rapat koordinasi, dan sebagainya,” kata Suharto di Kemenhub, Selasa, 7 Februari 2023.
Suharto menjelaskan, ojek berada di lingkup daerah dan tidak untuk layanan antarkota. Sehingga, lingkup yang kecil itu dirasa lebih tepat jika kewenangan dan regulasinya berada di bawah gubernur.
Baca juga: Ojek Online Dinilai Bisnis Gagal, Pakar: Penghasilan Driver Dipotong Sangat Besar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini