TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menilai ada diskriminasi terhadap negara berkembang dalam pengembangan energi hijau. Ia menyebut hanya satu banding lima investasi energi hijau yang masuk ke negara berkembang dibandingkan ke negara maju.
“Berbicara tentang energi hijau, ini terjadi anomali berpikir antara negara maju dan berkembang. Seharusnya tidak ada diskriminasi antar negara berkembang dan negara maju," kata dia, Kamis 2 Februari 2023.
Baca: Bahlil Diminta Bantu Perizinan SpaceX Masuk ke IKN: Silakan Saja, Inventarisir Apa Masalahnya
Padahal, kata Bahlil, berbagai belahan dunia menyatakan bahwa semua negara harus memakai energi baru terbarukan. Oleh karena itu, menurut dia perlu persamaan berpikir bahwa semua negara setara. Terlebih, menurut dia, membangun ekonomi hijau baik melalui transisi energi maupun investasi yang berkelanjutan adalah salah satu fokus pemerintah saat ini.
Adapun pemerintah Indonesia telah menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 31,89 persen pada tahun 2030. Hal itu dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan tetap memperhatikan lingkungan. Dia pun berharap Indonesia dapat mencapai target nol emisi karbon pada tahun 2045.
Sebelumnya, dalam acara World Economic Forum (WEF) Annual Meeting 2023 di Davos, menyinggung soal diskriminasi terhadap negara berkembang, khususnya dalam bidang investasi. Ia berujar negara maju harus mendengarkan ide-ide negara berkembang.
Selanjutnya: prinsip pemerataan antara negara maju dan negara berkembang tercatat dalam Leaders’ Declaration ...