TEMPO.CO, Jakarta - Kasus Meikarta kembali ramai diperbincangkan publik usai pengembang apartemen tersebut, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), menggugat 18 konsumennya. Tak tanggung-tanggung kedelapan belas konsumen itu digugat Rp 56 miliar karena disebut telah mencemarkan nama baik saat berdemonstrasi di DPR dan di depan kantor Bank Nobu, Semanggi, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Padahal mereka berunjuk rasa karena tak kunjung mendapatkan unit apartemen sesuai waktu yang dijanjikan. Sebelumnya, para pengembang berjanji menyerahkan unit pada pertengahan 2019, ternyata hingga empat tahun berlalu, unit yang dijanjikan juga belum diserahterimakan ke konsumen.
Baca: Kasus Meikarta, DPR Akan Panggil OJK, Ditjen Pajak Hingga Menteri Investasi
Lalu, siapa pengusaha pemilik Meikarta dan bagaimana rekam jejaknya?
PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) adalah anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk yang dimiliki oleh Mochtar Riady. Mochtar menjabat sebagai Presiden Komisaris Lippo Group.
Dilansir dari berbagai sumber, Mochtar Riady yang juga dikenal sebagai Lie Mon Tie, lahir di Malang, Jawa Timur pada 9 Mei 1929. Ia menikah dengan Suryawati Lidya dan memiliki enam orang enak.
Tak menjalankan usahanya senidiri, Mochtar Riandy mengembangkan sayap bersama putra pertamanya yang bernama James Riady ikut menjalankan bisnis Lippo.
Sebelum sukses di dunia properti, Mochtar Riady sempat membangun sebuah toko sepeda pada 1954, yang menjadi awal perjalanan usahanya. Kala itu, Riady baru berusia 22 tahun dan memutuskan terjun ke dunia perbankan.
Menurut Asia Society dan Peoplaid, pada rentang 1960-1971, sosok Mochtar disebut mampu mengubah kondisi defisit beberapa bank menjadi surplus besar. Ia kemudian mendirikan Panin Bank dengan menggabungkan empat bank, hingga berkembang menjadi bank swasta terbesar di Indonesia.
Tak lama kemudian, ia memimpin Bank Central Asia (BCA) atas tawaran pendiri Grup Salim Liem Sioe Liong, pada 1975. Mochtar Riady kemudian meninggalkan BCA pada tahun 1990, dan saat itu aset bank tersebut bernilai lebih dari Rp 7,5 triliun dengan laba bersih tahunan Rp 53 miliar. Angka itu melonjak tiga kali lipat sejak pertama kali ia masuk BCA.
Kemudian pada 1992, dengan bantuan Liem, ia membentuk Lippo Bank bersama dengan Hasjim Ning. Dalam krisis keuangan tahun 1997, ketika puluhan bank lain bangkrut, Lippo Bank menjadi satu dari sedikit bank yang mampu bertahan, bahkan terus berkembang.
Selanjutnya: Selain sektor perbankan, ...