3. Perluasan Sistem Outsourcing
Perpu Cipta Kerja masih mengatur ketentuan alih daya (outsource) yang sama dalam UU Cipta Kerja juga masih mengatur mengenai istilah alih daya dalam Pasal 81 angka 18 dan 20 memperjelas legitimasi atas penerapan sistem outsourcing. Jika melihat UU Ketenagakerjaan, pekerjaan alih daya dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar kegiatan utama atau yang tidak berhubungan dengan proses produksi.
Namun dalam Perpu Cipta Kerja tidak ada lagi penjelasan ketentuan yang mengatur batasan pekerjaan-pekerjaan apa saja yang dapat dialih daya. Sehingga, Perpu ini dapat memberi peluang bagi perusahaan alih daya untuk dapat memberikan pekerjaan kepada pekerja berbagai tugas hingga tugas yang ranahnya bersifat bukan penunjang.
Gebrak pun menilai sistem ini justru dapat membuat membuat sistem alih daya menjadi tidak terkontrol. Apalagi Pasal 64 Perpu Cipta Kerja yang semula dihapus dalam UU Cipta Kerja, sekarang diatur bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis dan ketentuan lebih lanjut akan dituangkan dalam PP.
4. Ancaman bagi Lingkungan Hidup dan Perampasan Wilayah Adat
Pada sektor lingkungan, terdapat perubahan ketentuan mengenai AMDAL dan kemudahan izin usaha yang mengancam lingkungan hidup. Baik UU Cipta Kerja maupun Perpu Cipta Kerja memodifikasi beberapa ketentuan di dalam UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebanyak 27 pasal diubah, 4 ditambahkan, dan 10 pasal dihapus. Ada tujuh pasal yang memberikan ketentuan lebih lanjut dalam bentuk peraturan pemerintah dan peraturan menteri.
Pemerintah beranggapan tidak ada perubahan signifikan terkait konsep dan ketentuan mengenai AMDAL, yang dilakukan hanya penyempurnaan dalam rangka memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk mendapatkan persetujuan lingkungan. Padahal apa yang diatur dalam UU Cipta Kerja cukup membuat kesaktian AMDAL hilang. Sebab, fungsi AMDAL tidak lagi sebagai upaya preventif sehingga dapat menurunkan kualitas lingkungan serta terdapat penghilangan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan dan pelaksanaan dari AMDAL.
Kemudian berdasar Pasal 36 angka 3 Perpu Cipta Kerja juga mengubah Pasal 19 UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengatur alih fungsi kawasan hutan. Perubahan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh pemerintah yang didasari hasil penelitian terpadu, pada Perppu Cipta Kerja merubah kata “didasari” dengan “mempertimbangkan”. Hal ini membuktikan pelemahan terhadap hak partisipatif masyarakat dalam bentuk penelitian dalam mempertahankan kawasan hutan tersebut hanya dijadikan bahan pertimbangan saja bukan suatu hal yang mutlak bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan alih fungsi kawasan hutan.
Substansi dari Perpu Cipta Kerja yang memperluas dan memperkuat ancaman perampasan wilayah diantaranya adalah soal kawasan hutan. Perpu Cipta Kerja mengadopsi UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 18 UU Kehutanan. Aturan itu menghapus ketentuan batas minimal luas kawasan hutan yang harus dipertahankan semula 30 persen dari DAS dan atau pulau untuk mengoptimalkan manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat setempat.
Adanya pasal “pemutihan” seperti Pasal 110A baik dalam UU Cipta Kerja maupun Perpu Cipta Kerja yang tidak memberi sanksi pidana bagi pelaku usaha di kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan, yang telah beroperasi sejak sebelum aturan berlaku serta pemberian waktu bagi pengusaha hingga 2 November 2023 untuk menyelesaikan persyaratan. Kemudian, masih adanya potensi kriminalisasi masyarakat adat & pembela lingkungan hidup dalam Pasal 162 Perpu Cipta Kerja bagi yang menolak kegiatan pertambangan.
Selanjutnya: 6. Beroperasinya Bank Tanah....