TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa pakar mengatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau perpu cipta kerja tidak berpihak kepada masyarakat. Akademisi dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai bahwa yang diuntungkan dari aturan tersebut adalah investor.
“Siapa yang diuntungkan kan sudah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Airlangga Hartarto) ya, ini Perpu untuk investor. Kepastian ekonomi investasi, ya investor yang akan diuntungkan,” ujar dia alam Forum Diskusi Salemba 87 yang digelar virtual pada Sabtu, 7 Januari 2022.
Baca: Ratusan Organisasi Sipil Tuntut Jokowi Cabut Perpu Cipta Kerja
Feri melanjutkan, memang para investor tersebut mendapatkan kepastian investasi. Namun, kata dia, publik mengkritik Perpu Cipta Kerja karena tidak memperjuangkan kepentingan masyarakat. "Sehingga nanti yang dirugikan adalah masyarakat itu sendiri."
Selain itu, dia menambahkan, ada lagi yang diuntungkan, yaitu ahli hukum di pemerintahan yang memberikan stempel sampai diterbitkannya Perpu Cipta Kerja itu.
Karena, kata Feri, mungkin orang tersebut mendapat proyek atau setidaknya mencari proyek melalui aturan baru tersebut. Apalagi perumusan perpu tidak sesuai dengan konsep ilmu perundang-undangan.
Feri pun menilai bahwa ahli-ahli yang dikumpulkan dalam proses pembahasan Perpu tidak terlalu paham soal ilmu perundang-undangan. “Kelihatan kok Perpu ini tidak detail di konsep ilmu perundang-undangan jadi ketahuan lah bahwa ini tidak mengikuti ilmu perundang-undangan, karena dipaksakan,” tutur Feri.
Sementara, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengatakan bahwa orang-orang yang berada di level elitlah yang mendapatkan keuntungan dari terbitnya Perpu yang akan menggantikan Undang-Undang Cipta Kerja itu. DPR dan MPR, kata dia, menjadi bagian yang mendapatkan keuntungan dari adanya Perpu itu.
Selanjutnya: Kitab Oligarki Omnibus UU Cipta Kerja ...