TEMPO.CO, Jakarta -Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti mengungkapkan potensi ekonomi digital Indonesia sangat tinggi. Plt Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko mengatakan potensi ekonomi digital Indonesia bahkan termasuk yang paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
"Potensinya yang lebih tinggi daripada negara-negara lain. Sekali lagi, ini adalah potensi yang bisa kita manfaatkan, tapi justru tantangannya bagaimana kita memanfaatkannya," kata Didid dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu, 4 Januari 2023.
Ia mencatat nilai ekonomi digital Indonesia berdasarkan Gross Merchandise Value (GMV) pada sebesar US$ 70 miliar. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan GMV Thailand senilai US $ 30 miliar, Malaysia US $ 21 miliar, Vietnam US $ 21 miliar, dan Filipina US $ 17 miliar. Ditambah Google juga memproyeksikan potensi ekonomi digital Indonesia pada 2025 akan tumbuh mencapai US$ 146 miliar atau terbesar di Asia Tenggara.
Terlebih, berdasarkan survei dari 2021 hingga 2022, dari total populasi Indonesia 277 juta jiwa, 72,02 persennya menggunakan internet. Kemudian 89,03 persen dari total populasi Indonesia telah mengakses Internet menggunakan gadget.
Namun Didid menjelaskan kecepatan internet di Indonesia sendiri termasuk yang paling rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya, yaitu 34,5 Mbps. Angka tersebut lebih rendah dari Filipina 103,3 Mbps, Malaysia 134,4 Mbps, Thailand 254,1 Mbps, dan Singapura 295,0 Mbps.
Menurut Didid, pemerintah perlu menghadapi tantangan dalam memperbaiki ekosistem digital Indonesia. Sebab, potensi ekonomi digital ini dapat berkontribusi pada pengembangan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Lebih jauh, ia berujar perdagangan aset kripto juga dapat menjadi salah satu strategi pemerintah untuk memanfaatkan potensi ekonomi digital ini. Didid merujuk pada hasil riset Center of Economics and Law Studies (Celios) yang menunjukan tiga produk investasi utama yang dimiliki oleh mayoritas responden adalah aset kripto sebesar 21,1 persen, saham 21,7 persen, dan reksadana 29,8 persen dengan rata-rata penempatan dana Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta rupiah.
"Perdagangan aset kripto dapat mempercepat, menciptakan, dan mendorong upaya pengembangan ekonomi digital Indonesia pada 2030 mendatang," tutur Didid.
Baca Juga: Harga Bitcoin Cs Anjlok, Nilai Transaksi Aset Kripto di RI Turun Drastis hingga 65 Persen
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.