TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyatakan menolak isi dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja. Penerbitan Perpu Cipta Kerja tersebut diumumkan Jumat, 30 Desember 2022 lalu.
"Sikap Partai Buruh, KSPI (Kuasa Hukum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), dan organisasi serikat buruh dan petani menolak atau tidak setuju dengan isi Perpu setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 yang beredar di media sosial," kata Said dalam konferensi pers secara virtual pada Ahad, 1 Januari 2023.
Said berujar pihaknya telah menyandingkan UU Cipta Kerja sebelumnya dengan Perpu Cipta Kerja dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hasilnya, ada empat poin yang menjadi sorotan Partai Buruh bersama organisasi serikat buruh lainnya.
Pasal pertama yang dinilai bermasalah adalah Pasal 88 ihwal upah minimum. Said menjelaskan di dalam Perpu Cipta Kerja disebutkan bahwa kenaikan upah minimum kabupaten dan kota 'dapat' ditetapkan oleh gubernur. Kata dapat, menurutnya, menimbulkan celah di mana gubernur bisa saja tidak menetapkan kenaikan upa minimum.
"Usulan kami jelas, cukup gubernur menetapkan upah minimum. Tidak perlu pakai kata dapat," ujarnya.
Said juga menyoroti soal formula kenaikan upah yang tercantum pada Pasal 88D Perpu Cipta Kerja. Dalam beleid itu, disebutkan variabel perhitungan kenaikan upah berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi. dan indikator tertentu. Sementara itu, tidak ada penjelasan soal indeks tertentu itu seperti siapa pihak yang menetapkan indikator tersebut maupun dasar kajiannya. Pasalnya, menurut Said, tidak ada variabel atau istilah indeks tertentu dalam hukum internasional ihwal penetapan upah minimum.
Dia berujar, hanya ada dua formula yang bisa digunakan pemerintah dalam menetapkan upah minimum, yaitu melalui survei kebutuhan hidup layak (standard living cost) atau melalui variabel inflasi plus pertumbuhan ekonomi.
"Ini hanya mau-maunya Kemenko Perekonomian nih. Kami menginginkan tidak menggunakan indikator tertentu. Cukup inflasi plus pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
Adapun dalam dengan UU Cipta Kerja disebutkan formula kenaikan upah minimum didasari variabel inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dalam UU Nomor 13 Tahun 2023, berdasarkan survei kebutuhan hidup layak, kemudian turunannya yaitu PP nomor 78 2015 tercantum kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Pasal lainnya yang ditolak oleh Pertai Buruh adalah Pasal 88 F. "Dalam keadaan tertentu, pemerintah dapat menentukan formula perhitungan upah minimum yang berbeda dengan formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada pasal 88 D ayat dua," tulis Pasal 88 F tersebut.
Artinya, pemerintah bisa sewaktu-waktu mengubah formula penghitungan kenaikan upah minimum. Said menilai aturan itu menunjukan kesewenang-wenangan pemerintah. Sebab, seharusnya peraturan tersebut bersifat rigid atau tidak mudah berubah.
Apabila pemerintah berniat melindungi perusahaan yang yang tidak mampu atau mengalami kondisi kritis akibat krisis ekonomi, menurut Said, seharusnya pemerintah tidak menyamaratakan aturan untuk semua sektor. Terlebih, masih banyak sektor yang mampu bertahan dan membayar kenaikan upah dalam kondisi sulit seperti saat pandemi Covid-19.
Jika ada perusahaan yang kesulitan menerapkan formula kenaikan upah yang ditetapkan, Said menyarankan agar pemerintah mensyaratkan perusahaan yang tidak mampu itu untuk membuktikan kondisi perusahaan melalui laporan pembukuan keuangan secara tertulis.
Apabila perusahaan itu terbukti merugi selama dua tahun berturut-turut, baru pemerintah dapat menyetujui penangguhan kenaikan upah di perusahaan tersebut.
"Kalau pakai ayat ini, semua sektor industri bisa diubah-ubah. Ini seenak-enaknya aja, berbahaya betul. Harusnya formula itu dispesifikasi kepada perusahan yang tidak mampu," ucapnya,
Terakhir, Partai Buruh meminta upah minimum sektoral (UMS) kabupaten dan kota dihilangkan. Sehingga hanya ada satu upah minimum berlaku berdasarkan wilayah.
RIANI SANUSI PUTRI