Saat itu, ia rutin menerima bunga per bulan yang masuk ke rekeningnya secara otomatis. Hal itu juga yang menjadi alasannya menambah membuka sejumlah polis asuransi lainnya.
“Karena sudah merasakan itu, tertariklah, tertariklah, tertariklah, saya enggak tahu ujungnya seperti ini. Saya dibuat menderita, menangis,” tutur Anita.
Ditawarkan bunga 10 persen per tahun
Sementara itu, korban asuransi Wanaartha Life lainnya, Henry Lukito, mengaku tertarik bergabung menjadi nasabah asuransi tersebut karena bunga manfaatnya sedikit lebih besar dari deposito. Kala bunga deposito sekitar 7,5 persen pada tahun 2019, Wanaartha Life bisa menjanjikan bunga 10 persen per tahun.
"Kalau di deposito itu saya kena potong pajak 20 persen. Tapi karena ini asuransi jadi sudah final, 10 persen diterima total tiap tahun,” kata pria yang bekerja di perusahaan swasta di bidang keuangan tersebut.
Lukito bercerita menjadi nasabah Wanaartha Life pertama kali pada September 2019 dengan nilai Rp 1,2 miliar untuk satu polis. Ia lalu mendaftarkan satu polis lagi dengan nilai yang sama, sehingga total nilai uang yang ditempatkan di asuransi berjumlah Rp 2,4 miliar.
“Ini ada dua polis saya ngambil 3 tahun sejak tahun 2019 bulan September dan Oktober. Jadi saya sempat terima manfaat 2-3 bulan. Itu pertama kali saya ikut,” ujar dia.
Uang yang digunakannya untuk ikut polis asuransi tersebut berasal dari tabungan yang dikumpulkan istrinya. Dia bersama istrinya semula berpikir, dengan bunga besar per bulan sekitar Rp 20 jutaan, maka Lukito tidak perlu lagi memberikan uang bulanan.
“Itu saya tarik tiga tahun, supaya bunganya lebih besar. Karena kan juga kita enggak butuhkan cash-nya itu. Untuk apa saya daftar yang enam bulan terus saya perpanjang lagi? Wong memang niat saya mau simpan uang saya,” ucap Lukito.
Tapi bukan untung, Anita dan Lukito malah buntung. Sejak tahun 2020, Wanaartha Life tak lagi memberikan bunga seperti yang dijanjikannya semula. Malah belakangan OJK mencabut izin perusahaan tersebut pada Senin pekan lalu.
Anita yang merasa janggal sebelumnya, sudah berulang kali mempertanyakan nasib uangnya ke OJK. Ia pun mengirim surat elektronik kepada presiden melalui sekretariat negara. "Tidak ada tanggapan."
Selanjutnya: Beberapa kali pertemuan online ...