TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran, menanggapi soal rencana pemerintah impor beras 200 ribu ton untuk memenuhi stok di tengah menipisnya cadangan di gudang Bulog. Ia menilai tirisnya cadangan beras pemerintah (CBP) menunjukkan ketahanan pangan Indonesia saat ini sedang terancam.
"Itu mencerminkan betapa kebijakan tata niaga beras yang lebih longgar sebenarnya akan dapat menghindari kondisi seperti ini," ujar Hasran melalui keterangan tertulis pada Jumat, 9 Desember 2022.
Pemerintah sepakat melakukan impor beras sebanyak 200 ribu ton setelah Presiden Joko Widodo alias Jokowi menggelar dua kali rapat terbatas. Musababnya, total beras yang tersedia di Perum Bulog jauh dari batas stok minimal 1,2 juta ton. Per 6 Desember 2022 beras di gudang Bulog tersisa 494.202 ton. Total beras tersebut meliputi stok CBP 295.337 ton atau sebesar 59,76 persen dan stok komersil sebanyak 198.965 ton atau 40,24 persen.
Dengan demikian, dibutuhkan setidaknya 700 ribu ton untuk mencapai batas minimal stok CBP yang harus dipasok dari dalam negeri sebesar 500 ribu ton dan 200 ribu ton dari luar negeri. Kementerian Perdagangan akhirnya memberikan karpet merah kepada Bulog untuk mengimpor beras hingga 500 ribu ton.
Baca juga: Pemerintah Resmi Impor Beras 200 Ribu Ton, Bapanas: Hanya untuk Kegiatan Pemerintah
Hasran menilai langkah impor beras sudah tepat, khususnya untuk mengantisipasi kenaikan harga di pasar. Tetapi, ia mengingatkan impor beras harus terencana dan dilandarsi atas perkiraan produksi dan harga di dalam negeri, bukan hanya bersifat reaktif. Sehingga, keputusan impor beras dapat mencegah terjadinya ancaman kekurangan stok beras nasional.
Ia pun menilai solusi impor dari pemerintah selama ini hanya bersifat reaktif. Padahal semestinya, pengadaan beras terencana dari jauh-jauh hari. Mengingat, CBP yang tersedia tidak mencukupi hingga waktu panen mendatang yang baru akan mulai Februari. "Seharusnya impor beras dilakukan di semester satu dan bila dilakukan sekarang, menyerap 1,2 juta ton beras akan sulit karena tingginya harga gabah di pasar," tuturnya.
Selanjutnya, Bulog sulit menyerap beras karena....