TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) mengatur pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana dalam rangka mendukung pembiayaan APBN atau burden sharing untuk menangani stabilitas sistem keuangan yang diakibatkan oleh kondisi krisis.
Berdasarkan draf RUU PPSK yang diperoleh Bisnis pada Kamis 8 Desember 2022, pasal 36A menyebutkan bahwa dalam rangka penanganan stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis, Bank Indonesia (BI) berwenang untuk membeli SBN berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.
“Skema dan mekanisme pembelian Surat Berharga Negara di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dalam keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia,” tulis ayat (4) Pasal 36A beleid tersebut, Kamis 8 Desember 2022.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat skema burden sharing tersebut yakni BI dapat melakukan pembelian SBN di pasar perdana sebaiknya dicabut dari RUU PPSK.
Pasalnya, konteks burden sharing hanya diterapkan temporer untuk mendukung APBN dalam menangani dampak pandemi Covid-19.
Berdasarkan UU No. 2/2020, burden sharing BI dan Pemerintah hanya berlaku hingga 2022. Artinya skema burden sharing antara BI dan pemerintah tersebut tak lagi berlaku pada 2023.
“Konteks burden sharing hanya temporer untuk membantu APBN saat pandemi. Kalau burden sharing diatur dalam UU, maka ada semacam moral hazard untuk BI melanjutkan cetak uang,” katanya kepada Bisnis, Kamis 8 Desember 2022.
Selanjutnya: burden sharing BI dan pemerintah juga berisiko pada pengelolaan APBN ...