TEMPO.CO, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menanggapi soal penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2023 yang kemarin telah diumumkan oleh 33 gubernur. Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang, besaran penetapan UMP di atas perkiraan para pengusaha.
"Yang kita takutkan apa, kalau misalnya kenaikan UMP itu adalah di luar kemampuan dunia usaha," ucapnya saat ditemui di Menara Kadin, Jakarta Selatan, pada Selasa, 29 November 2022.
Menurut dia, akan ada imbas terhadap ekosistem usaha tahun depan setelah penetapan UMP itu. Dampak yang pertama adalah ihwal perekrutan karyawan. Pengusaha yang sebelumnya hendak merekrut karyawan pada 2023 akhirnya terpaksa menunda rencana tersebut. Imbasnya, kesempatan kerja bagi pengangguran bisa berkurang hingga hilang sama sekali.
Baca juga: Emoh Ikut Campur soal UMP 2023, Ketua Kadin: Tidak Boleh Cawe-cawe
Di samping itu, kenaikan UMP dianggap bisa mendorong terus terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sejumlah industri. Sebab, perusahaan terdesak melakukan penghematan di tengah kondisi ekonomi global yang diprediksi gelap pada 2023.
Kadin juga memprediksi akan terjadi banyak relokasi pabrik. Para pengusaha akan memilih kota yang memiliki UMP lebih rendah.
"Katakanlah di Jawa Barat saja jomplang itu antara Bekasi, Tangerang, dan Garut, misalnya itu jauh UMP-nya. Itu sesuatu yang kita khawatirkan dalam hal ini," kata Sarman.
Dia berharap besaran UMP disesuaikam dengan kemampuan dunia usaha saat ini. Kini, kata dia, banyak industri yang belum pulih dari pelemahan ekonomi saat pandemi Covid-19. Cash flow atau arus kas pengusaha pun belum kembali normal. Sebab, situasi geopolitik Rusia dan Ukraina dianggap masih menyebabkan krisis di sejulah sektor, terutama pangan dan energi.
Sebelumnya, sepulu asosiasi pengusaha telah mengajukan uji materiil atas Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 ke Mahkamah Agung. Aturan itu memuat penetapan kenaikan UMP 2023 maksimal 10 persen. Adapun asosiasi yang tergabung dalam gugatan itu adalah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).
Lalu, Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI), Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (Hippindo), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Baca: Daftar Kenaikan UMP di 33 Provinsi, Berlaku Mulai 1 Januari 2023
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini