TEMPO.CO, Jakarta - Sebagai pemain utama kelistrikan, PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN menjadi andalan dalam upaya menurunkan emisi karbon melalui transisi energi. Cara yang sedang ditempuh adalah pencampuran bahan bakar di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dengan biomassa dan mempercepat pensiun dini sejumlah pembangkit.
Emisi gas rumah kaca sektor energi juga datang dari sektor transportasi. Karena itu, PT Pertamina (Persero) punya tugas membangun ekosistem kendaraan listrik sebagai bagian dari transisi ke energi hijau. Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia punya potensi besar dalam menyediakan baterai yang menyimpan cadangan listrik untuk mesin.
Baca juga: Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo: Saya Ini Teknokrat, Corporate Man
Pensiun dini PLTU batu bara atau ekosistem kendaraan listrik membutuhkan biaya besar. Dari Rp 4.000 triliun biaya menurunkan emisi 31,89 persen pada 2030, sektor energi menyedot porsi paling besar meski jumlah emisinya lebih kecil dibanding sektor kehutanan dan lahan. "Transisi energi harus mendapatkan pembiayaan yang sesuai dengan janji negara Barat," kata Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Pahala Mansury kepada Tempo pada Rabu, 9 November lalu.
Dalam obrolan sekitar satu setengah jam dengan tim Tempo, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia ini menjelaskan apa saja strategi BUMN dalam transisi energi, pembangunan ekosistem kendaraan listrik, dan peran BUMN menurunkan emisi gas rumah kaca.
Baca wawancara selengkapnya: Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury: Kami Percepat Pensiun Dini PLTU