TEMPO.CO, Jakarta -Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI, Agus Suyatno, menganggap fenomena mengecilkan ukuran produk sebagai hal biasa. Menurutnya, langkah tersebut diambil pengusaha untuk menyikapi terjadinya inflasi dan mempertahankan market share.
“Namun, produsen tetap memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi berat isi produk tersebut dalam label. Artinya, produsen harus menyantumkan ukuran, berat, atau jumlah produk, setelah ada penyusutan,” ujar Agus ketika dihubungi Tempo, Selasa, 15 November 2022.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menyebut produk makanan dan minuman saat ini sedang dalam tren pengecilan kemasan dan ukuran agar bisa diserap pasar, terutama bagi segmen eceran. Dia mengatakan produk -produk dengan ukuran kemasan lebih kecil yang didistribusikan jumlahnya mencapai 10 persen sejak pandemi Covid-19 berlangsung.
“Langkah mengikis ukuran produk merupakan salah satu strategi industri mengantisipasi penurunan daya beli masyarakat sejalan dengan terjadinya resesi ekonomi. Jadi, basket size atau jumlah barang atau produk yang terbeli oleh konsumen tidak berkurang walaupun ukuran produk yang dijual lebih kecil," kata Roy, Senin, 14 November 2022, dikutip dari Bisnis.
Pengurangan ukuran produk, kata Roy, terpaksa dilakukan karena terdapat beberapa komoditas bahan baku impor. Di antaranya gandum dan kedelai, yang memiliki harga relatif tinggi seiring perang dan pandemi yang masih berlangsung.
RIRI RAHAYU | BISNIS
Baca Juga: Kontroversi Mie Sedaap, YLKI Usul BPOM Kaji Batas Aman Kandungan Etilen Oksida
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini