TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia atau LPEM FEB UI mengungkap dampak krisis ekonomi global dua tahun ke belakang. Krisis yang disebabkan pandemi Covid-19 itu membuat ekonomi dunia saat ini menghadapi badai stagflasi yang semakin dalam dengan meningkatnya risiko krisis keuangan.
“Ketika pertumbuhan melambat tajam, kekhawatiran datangnya putaran lain dari resesi global meningkat,” seperti dikutip dari Macroeconomics Analysis Series Indonesia Economic Outlook 2023 yang dikutip pada Senin, 7 November 2022.
Tekanan stagflasi juga meningkat karena inflasi mencapai titik tertinggi dalam beberapa dekade di banyak negara. Selain itu, ketegangan geopolitik membayangi prospek pertumbuhan global.
Baca: Ancaman Resesi Global 2023, Ini 6 Sektor yang Menjanjikan di Pasar Modal
“Perang Rusia melawan Ukraina menyebabkan gangguan ekonomi yang signifikan, memperkuat tantangan sisi penawaran yang sudah ada sebelumnya dan mengintensifkan volatilitas di pasar komoditas,” tulis LPEM FEB UI.
Selain itu, meningkatnya biaya pinjaman global meningkatkan risiko kesulitan keuangan di antara banyak negara yang selama dekade terakhir mengakumulasi utang pada tingkat tercepat dalam lebih dari setengah abad. “Ini membahayakan keberlanjutan utang mereka,” tulis LPEM UI.
Dalam laporannya, LPEM UI juga menyebutkan kebijakan yang tidak tepat waktu dan kurangnya koordinasi di antara negara-negara besar telah memperburuk masalah tersebut. Bahkan mendorong ekonomi global ke jurang kehancuran.
Akibatnya, konsensus untuk pertumbuhan global pada 2022 dan 2023 telah diturunkan secara signifikan sejak awal tahun. Meski perkiraan ini tidak menunjukkan kontraksi global untuk tahun ini atau tahun depan, ada pola yang muncul dari resesi sebelumnya.
Selanjutnya: "Tiap resesi global, sejak tahun 1970 didahului oleh perlambatan..."