Dia menuturkan bahwa saat ini masyarakat Indonesia membutuhkan energi yang efisien dan terjangkau. Saat ini, Luhut berujar, transportasi saat ini dipenuhi oleh kendaraan konvensional BBM, ditambah lagi Indonesia merupakan salah satu negara road map importir minyak.
“Akibatnya jumlah subsidi negara sangat-sangat besar terutama untuk BBM jumlahnya cukup besar dan meningkat tajam di tahun ini,” kata Luhut. “Dana tersebut semestinya digunakan untuk membangun Indonesia, tapi belum ada alternatif yang lebih baik.”
Selain itu, Menko Luhut juga menekankan bahwa seluruh dunia wajib mengurangi emisi karbon untuk mengendalikan krisis iklim. Komitmen rata-rata negara memiliki target net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon pada tahun 2050, sedangkan Indonesia berkomitmen pada tahun 2060—atau lebih cepat.
Luhut menilai saat ini Indonesia menjadi perhatian dunia, khususnya dengan menjadi tuan rumah Presidensi G20 yang akan digelar pada 15-16 November 2022 di Bali. Gelaran tersebut juga membawa isu trasisi energi dan karbon netral.
“Indonesia diharapkan ikut serta dalam NZE tahun 2050 dan kita bekerja keras untuk mencapai itu. Saya yakin sebenarnya dengan perkembangan teknologi Indonesia akan bisa mencapai NZE mungkin 2050 atau 2055,” ucap Luhut.
Dia pun menjelaskan bahwa sektor transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi terbesar baik di dunia maupun di Indonesia akibatnya tinggi penggunaan BBM—energi fosil. Menurut Luhut solusi dari tingginya subsidi energi dan emisi adalah dengan cara elektrifikasi terutama pada sektor transportasi.
“Itu sebabnya kami sedang kerja keras telah memfinalkan bagaimana kita memberikan subsidi kepada kendaraan listrik, dan juga sepeda motor, serta berbagai angkutan umum lainnya,” tutur Luhut.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini