TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Steering Committee (SC) Indonesia Fintech Society (IFSOC) Rudiantara, menilai sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau Omnibus Law Sektor Keuangan harus direvisi. Pasalnya pasal-pasal itu tidak lagi relevan dengan perkembangan teknologi saat ini.
“Harus dilihat bagaimana memanfaatkan teknologi agar layanannya jadi sustainable,” ujar Rudiantara, dikutip melalui diskusi virtual, pada Kamis, 27 Oktober 2022. Ia juga menekankan agar hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan pelanggan atau customer protection juga harus diperhatikan.
Hal lain yang disoroti Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu adalah lebarnya kesenjangan antara inklusi dan literasi keuangan Indonesia. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019 menunjukkan bahwa tingkat literasi dan inklusi keuangan Indonesia masing-masing 38,03 persen dan 76,19 persen.
Dalam acara Media Briefing bertajuk “RUU PPSK: Memperluas Keterlibatan Fintech dalam Perekonomian Indonesia”, IFSOC merekomendasikan agar dilakukan percepatan pembahasan dan pengesahan RUU PPSK dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
“RUU PPSK harus diarahkan untuk mengecilkan gap (kesenjangan) inklusi dan literasi keuangan, serta diarahkan untuk memperkuat aspek perlindungan konsumen,” ucapnya.
SC IFSOC Tirta Segara juga menyebutkan pentingnya pengaturan berbasis aktivitas dalam untuk menghilangkan sekat-sekat regulasi, dan menciptakan ekosistem fintech yang integratif.
Selanjutnya: Lingkup pengaturan kripto dinilai sangat kecil dalam RUU PPSK.