Ia juga menyebut lingkup pengaturan kripto sangat kecil dalam rancangan beleid tersebut. “Saran kami, perluas definisi aset kripto sebagai aset digital yang bisa dibagi sebagai aset keuangan dan nonkeuangan, dan sebagai mata uang akan diatur di OJK,” katanya.
Dalam mendefinisikan aset digital, menurut Tirta, dapat dipertimbangkan dengan risk-based approach untuk melindungi konsumen dengan memberikan informasi risiko yang ada dalam aset digital tertentu.
Sementara itu, SC Committee IFSOC A Prasetyantoko menyebut RUU PPSK perlu menjaga independensi otoritas di sektor keuangan seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“Sebagai contoh, pemilihan Dewan Komisioner OJK dan LPS tadinya diinisiasi oleh pemerintah, tapi di RUU ini, dapat diinisiasi oleh DPR,” ucap Prasetyantoko. Ia pun menegaskan, nantinya harus bisa dipastikan tiap pejabat di dua lembaga itu tetap memiliki independensi dan objektif mengusulkan nama calon.
Selain itu, kata Prasetyantoko, dalam Omnibus Law kedua itu juga perlu adanya pengaturan yang tegas untuk menghindari hal-hal yang dapat mengganggu kinerja dan profesionalisme OJK dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
DEFARA DHANYA PARAMITHA
Baca juga: IMF Sarankan Bank Sentral Terus Naikkan Suku Bunga untuk Memerangi Inflasi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.