TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah melemah pada Selasa sore, 11 Oktober 2022, di perdagangan pasar spot. Mata uang garuda ditutup turun 50 poin di level Rp 15.357 dari perdagangan kemarin di posisi Rp 15.318.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif, namun ditutup melemah di rentang Rp 15.350-15.400," ujar Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, Selasa.
Pergerakan rupiah hari ini terdorong risiko resesi global yang menguat. Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia sudah memberi peringatan bahwa inflasi tetap akan menjadi masalah berkelanjutan setelah operasi khusus Rusia ke Ukraina.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju akan berlanjut dan depresiasi mata uang di banyak negara berkembang akan terus berlangsung. Kondisi tersebut memaksa Federal Reserve (The Fed) untuk terus menaikkan suku bunga serta menambah tekanan utang pada negara-negara berkembang.
Di Amerika Serikat, pasar tenaga kerja masih sangat kuat, namun kehilangan momentum karena dampak dari biaya pinjaman yang melejit. Roda perekonomian di wilayah Eropa melambat karena harga gas alam melonjak.
Baca: Rupiah Hari Ini Diprediksi Melemah di Level 15.360 per Dolar AS, Apa Saja Pemicunya?
Sementara itu, perlambatan ekonomi Cina juga terjadi karena kebijakan zero covid policy dan volatilitas di sektor perumahan. IMF menghitung, sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami kontraksi setidaknya dua kuartal berturut-turut tahun ini dan tahun depan.
"Perlambatan pertumbuhan di negara-negara maju, kenaikan suku bunga, risiko iklim dan berlanjutnya harga pangan dan energi yang tinggi sangat memukul negara-negara berkembang, termasuk Indonesia yang bisa saja akan terkena imbasnya," ujar Ibrahim.
Wala saat ini produk domestik bruto 2022 masih relatif bagus, Ibrahim memperingatkan bisa saja PDB pada 2023 akan turun. "Oleh karena itu, IMF dan Bank Dunia sebagai stake holder harus mengadvokasi bank-bank sentral melanjutkan upaya untuk menahan inflasi, meskipun berdampak negatif pada pertumbuhan," katanya.
Kemudian, menurut dia, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah fiskal untuk memastikan api inflasi bisa segera diredam. Sementara itu dari sisi eksternal, pergerakan rupiah terhadap dolar dipengaruhi kekhawatiran akan kenaikan suku bunga dan eskalasi karena Ukraina.
"Imbal hasil Treasury melonjak karena keruntuhan yang mengerikan di pasar obligasi Inggris memantul di sekitar pasar obligasi global," ucap Ibrahim.
Baca Juga: Airlangga Yakin Pertumbuhan Ekonomi RI Tembus 5,2 Persen
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.