Ia mengaku telah melakukan berbagai efisiensi, di antaranya dari sisi biaya operasional sehari-hari atau operating expenses (opex). Selain itu efisiensi juga dilakukan dari segi capital expenditure (capex), pengendalian Biaya Pokok Produksi (BPP), dan Non Allowable Cost melalui penerapan Cash War Room dan Spend Control Tower.
"Tujuannya agar langkah cost avoidance dan cost reduction dapat termonitor dengan ketat, digitalisasi dan integrasi proses bisnis end to end," ucap Darmawan. Langkah efisiensi lainnya adalah sentralisasi pembayaran berbasis digital, sehingga cash bisa dioptimasi.
Menurutnya, upaya-upaya efisiensi tersebut membuat likuiditas PLN membaik. Sehingga sampai dengan saat ini PLN belum perlu melakukan penarikan pinjaman Global Bond. PLN, katanya, juga tetap dapat melakukan pembayaran kewajiban-kewajiban secara tepat waktu, baik pembayaran pinjaman maupun pembayaran kepada pihak ketiga.
Darmawan mengaku telah melakukan konsolidasi dengan para pengembang Independent Power Producer (IPP). Hasilnya, pembangkit-pembangkit IPP yang seharusnya Commercial Operation Date (COD) jatuh pada tahun 2021 dan 2022.
"Kami lakukan renegosiasi untuk penundaan jadwal COD. Dengan langkah ini, maka beban TOP tahun 2021 dan 2022 terhindarkan dan ada cost saving yang kapitalisasinya sebesar Rp 45 triliun bagi PLN," ujar Darmawan.
Baca juga: PLN Ungkap Jenis PLTU yang Akan Kena Pensiun Dini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.