Perubahan itu langsung berdampak signifikan pada jumlah penduduk miskin di Cina dan Indonesia. Negara Cina dan Indonesia sama-sama menyumbang lebih dari 85 persen peningkatan daerah dalam jumlah penduduk miskin.
Dalam laporannya di World Bank East Asia and The Pacific (EAP) Economic Update Oktober 2022, dituliskan, Bank Dunia memaparkan jumlah penduduk miskin kelas menengah bawah (lower-middle income) di Indonesia dengan standar PPP 2011 berkisar 54 juta jiwa.
Bila mengacu pada standar PPP 2017, jumlah tersebut akan meningkat menjadi 67 juta jiwa. Ini artinya, jumlah masyarakat miskin di Indonesia berpotensi naik hingga 13 juta jiwa.
Sementara itu, jumlah penduduk miskin kelas menengah bawah (lower-middle income) di Cina akan bertambah 20 juta jiwa, yaitu dari 24 juta jiwa (PPP 2011) menjadi 42 juta jiwa (PPP 2017). Sedangkan jumlah penduduk miskin kelas menengah bawah (lower-middle income) di kawasan Asia Pasifik berjumlah 115 juta jiwa (PPP 2011) dan berpotensi melojak menjadi 148 jua jiwa (PPP 2017).
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menyatakan pihaknya bakal membahas ulang standar garis kemiskinan yang baru saja direvisi Bank Dunia. Aturan yang ditetapkan Bank Dunia itu, kata Isa, akan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi Indonesia dalam memutuskan standar garis kemiskinan.
“Itu kan satu informasi baru yang kita dapat dari World Bank, jadi itu akan menjadi bahan evaluasi tentunya perlu rapat kabinet dan sebagainya,” ucapnya di Jakarta Pusat, Jumat, 30 September 2022.
Menurut dia, standar garis kemiskinan tidak hanya ditetapkan oleh satu kementerian saja. Jauh lebih besar dari itu, penentuan garis kemiskinan melibatkan seluruh kementerian yang ada di tingkat kabinet untuk menunjukkan berapa batas yang dianggap miskin, berapa kemampuan seseorang untuk mendapatkan penghasilan, serta faktor-faktor lainnya.
Namun begitu, Isa belum bisa memastikan apakah pemerintah akan mengubah standar kemiskinan di Indonesia sesuai dengan aturan PPP 2017 Bank Dunia. “Saya yakin ini akan menjadi bahan diskusi di kabinet. Kapan itu diputuskan saya nggak tahu tetapi itu pasti akan menjadi bahan diskusi (di kabinet),” ujarnya.
Bila pemerintah memutuskan apakah akan tetap menggunakan standar yang sudah ada atau mengubah standar tersebut, tentu akan ada perubahan data dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini