TEMPO.CO, Jakarta -Ombudsman RI menyampaikan sejumlah tindakan korektif yang tertuang dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) kepada Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian terkait dugaan maladministrasi dalam penahanan dan penolakan produk impor hortikultura.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyampaikan tindakan korektif yang pertama, yakni agar Menteri Pertanian memerintahkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian untuk segera melakukan pengeluaran barang impor produk hortikultura sebanyak 14 juta kilogram milik pelapor yang telah ditahan pada saat tiba di tempat pemasukan mulai 27 Agustus - 30 September 2022.
Dari 14 juta kilogram produk impor hortikultura, hingga 14 September 2022 masih ada 1.477 ton yang tertahan dengan nilai barang mencapai Rp 31,5 miliar. Yeka mengungkapkan pada Kamis 22 September 2022 lalu, Kementan sudah memberikan solusi bersyarat dengan mengizinkan pengeluaran barang impor produk hortikultura yang belum memiliki Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) namun telah mengantongi Surat Persetujuan Impor (SPI).
“Tapi hingga saat ini, barang belum dilepas. Ombudsman akan menerjunkan tim untuk sidak. Ombudsman mempertanyakan mengapa sudah dilakukan uji laboratorium dan tidak ada masalah, namun barang masih belum dilepaskan oleh Barantan (Badan Karantina Pertanian),” kata Yeka melalui keterangan tertulis, Senin, 26 September 2022.
Adapun proses pengeluaran ini didahului dengan uji laboratorium guna memastikan keamanan pangan. Terkait poin ini, tuturnya, Ombudsman memberikan waktu selama lima hari kerja kepada Kementan untuk melaksanakan tindakan korektif dan melaporkan hasil pelaksanannya kepada Ombudsman.
Kemudian tindakan korektif kedua, agar Kemenko Bidang Perekonomian, Kementan, dan Kemendag melakukan koordinasi dan harmonisasi kebijakan terkait prosedur dan mekanisme importasi produk hortikultura pada saat belum tersedianya Neraca Komoditas. Hal itu, ujarnya, harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Tindakan korektif ketiga, kepada Kemenko Bidang Perekonomian untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi XV, terkait pergeseran pemeriksaan Border ke Post Border pada produk hortikultura. Tujuannya untuk mendukung kelancaran arus barang ekspor dan impor di Pelabuhan. Ombudsman pun memberikan waktu 60 hari kerja kepada para pihak untuk menindaklanjuti tindakan korektif kedua dan ketiga, serta melaporkan setiap perkembangannya kepada Ombudsman.
Yeka menjelaskan, dalam kasus penahanan dan penolakan produk impor hortikultura ini pihaknya menyoroti adanya disharmoni regulasi kebijakan impor produk hortikultura. Ombudsman berpendapat, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) memiliki tujuan yang baik atas keamanan pangan, tetapi RIPH tidak memiliki legal standing yang kuat. Karena PP Nomor 26/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian tidak mengatur ketentuan mengenai Rekomendasi Impor Produk Hortikultura apabila Neraca Komoditas belum tersedia.
"Hal ini menimbulkan disharmoni peraturan pelaksana lainnya,” ucap Yeka. Disharmonisasi peraturan ini, menurutnya, mengakibatkan terjadinya perbedaan penafsiran dalam pelaksanaannya, ketidakpastian hukum, ketidakjelasan standar pelayanan dalam kegiatan tata niaga importasi produk hortikultura yang diterima oleh masyarakat pelaku usaha.