TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan pengusaha di sektor transportasi bersama para pengemudi angkutan barang di Kota Solo mengusulkan kenaikan tarif ongkos kirim barang sebesar 20 persen. Usulan dilayangkan pengusaha angkutan dan Paguyuban Manunggal Sopir Solo (PMSS) melalui Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Solo.
Desakan ini menyusul dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang ditetapkan oleh pemerintah akhir pekan lalu. Pengawas PMSS, Erwanto, mengemukakan sejak pemerintah memberlakukan penyesuaian harga BBM subsidi, khususnya jenis Solar, pada Sabtu, 3 September 2022 lalu, ongkos kirim juga terkerek naik hingga 10 persen.
“Kalau dihitung (kenaikan ongkos kirim sebesar 10 persen) itu hanya cukup untuk beli solar,” ujar Erwanto dalam pertemuan dengan Organda Kota Solo di kantor DPC setempat, Rabu, 7 September 2022 sore.
Padahal menurut Erwanto, kenaikan harga BBM subsidi itu juga berimbas terhadap sektor lain. Bukan hanya terhadap harga kebutuhan pokok, tapi termasuk biaya perawatan mesin angkutan.
“Kalau ongkosnya hanya naik 10 persen, mending truknya saya anggurin di rumah soalnya tidak cocok," ucapnya.
Dengan memperhitungkan kenaikan biaya lain-lainnya, MPSS pun mengusulkan agar ada kenaikan tarif sebesar 20 persen pada ongkos kirim barang. Adapun pihak pengusaha angkutan barang juga menyepakati usulan kenaikan tarif ongkos kirim barang sebesar 20 persen.
Menurut anggota Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Semarang yang juga Wakil Ketua Organda Solo, Ali Djoko Sugiyanto, angka 20 persen ideal bagi transporter dan pengguna. "Kami menghendaki kenaikan ya yang wajar lah, jadi jangan menekan, pihak transporter juga tidak menekan pihak pengguna jasa, kurang lebih 20 persen minimal bisa diterima," kata Ali.
PMSS juga meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Solo membuat regulasi ongkos kirim. Erwanto berharap melalui regulasi itu, nantinya ada aturan mengenai batas maksimal atau minimal tarif ongkos kirim barang.
"Intinya kami berharap ada patokan harga dari Pemerintah Kota Solo. Adanya regulasi ongkos kirim itu untuk menertibkan harga agar tidak terjadi persaingan antarpengemudi, juga untuk mengontrol agar tidak ada harga yang saling mematikan antara pengusaha jasa kirim satu dan yang lainnya," ujar dia.
Selain itu, PMSS berharap ada penambahan kuota pendistribusian BBM. Sebelumnya, ada aturan tentang pembatasan pendistribusian BBM yang mengacu pada Surat Keputusan Kepala Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas (BPH Migas) Nomor 04/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020.
Menurut ketentuan itu, pembelian BBM subsidi untuk jenis angkutan umum orang atau barang roda enamdibatasi maksimal 200 liter per hari dan Rp 200 ribu per stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
"Sekarang beli solar aksesnya Rp 200 ribu saja per SPBU. Kadang kalau (BBM) habis kita terpaksa berhenti semalam," tuturnya.
Berkaitan dengan aturan itu, Erwanto menilai adanya pembatasan itu tidak lagi relevan bagi transporter mengingat sekarang sudah tidak lagi di masa pandemi. Jika aturan itu masih diterapkan, menurut Erwanto justru akan membuat biaya pengiriman barang makin membengkak.
“Karens sopir harus menunggu hingga pergantian hari yang berakibat pada pembengkakan pada biaya pengiriman. Intinya kami hanya berharap bisa dipermudah beli solar, cuma itu," katanya.
SEPTHIA RYANTHIE
Baca juga: Pengemudi Ojek Online Protes Potongan ke Aplikator Terlalu Besar: Tidak Akan Mensejahterakan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.