Dia menjelaskan, Ro 502,4 triliun itu dihitung berdasarkan rata-rata harga Indonesian Crude Price (ICP) yang bisa mencapai US$ 105 per barel dengan kurs Rp 14.700 per dolar AS. Sedangkan volume BBM bersubsidi seperti pertalite diperkirakan akan mencapai 29 juta kiloliter dan solar subsidi 17,44 juta kiloliter.
Meski begitu, bendahara negara ini menekankan, dengan harga minyak ICP yang telah turun menjadi US$ 90 per barel sekalipun, maka beban subsidi BBM masih menggunakan harga rata-rata ICP sekitar US$ 98,8 per barel setahun ini. Selain itu, rata-rata ICP masih US$ 97 per barel keseluruhan tahun jika harga minyak mentah dunia turun hingga di bawah US$ 90 per barel.
"Dengan perhitungan ini maka angka kenaikan subsidi wkatu itu sudah disampaikan di media dari Rp 502,4 triliun tetap akan naik, tapi tidak jadi Rp 698 triliun, tapi Rp 653 triliun. Ini jika harga ICP adalah rata rata US$ 99 per barel atau turun ke US$ 90 sampai Desember," kata dia.
Sementara itu, jika harga ICP turunnya sampai ke level US$ 85 per barel sampai Desember 2022. Dia mengatakan, anggaran subsidi dan kompensasinya masih akan tetap membengkan di atas Rp 502,4 triliun. Berdasarkan perhitungannya, pembengkakan akan tetap sampai di level Rp 640 triliun.
"Jadi Rp 640 triliun ini kenaikan Rp 137 triliun atau Rp 151 triliun tergantung harga ICP. Perkembangan ICP harus dan akan terus dimonitor sebab suasana geopolitik dan suasana proyeksi dunia masih akan dinamis," kata Sri Mulyani.
Baca: Harga BBM Naik, Menteri ESDM: Mulai 14.30 WIB Pertalite Rp 10.000, Pertamax Rp 14.500
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.