Harga rata-rata telur ayam di tingkat peternak itu naik 1,6 persen dibandingkan sepekan sebelumnya dan naik sekitar 8,8 persen dibandingkan sebulan sebelumnya. Harga tertinggi terjadi di Pulau Sulawesi dan Kalimantan sebesar Rp 28.500 dan harga terendah di Pulau Sumatra Rp 25.800, sementara di Pulau Jawa, Bali, dan Nusa tenggara sekitar Rp 27.500 per kilogram.
Lebih jauh, Syailendra menjelaskan, tingginya HPP peternak yang berkisar Rp 21.000 - 22.000 per kilogram disebabkan tingginya harga bahan baku pakan yang memiliki porsi sekitar 65 persen dari HPP. Adapun bahan baku pangan ternak itu berasal dari dalam negeri seperti jagung, maupun bahan baku asal impor seperti soy bean meal atau bungkil kedelai dan meat bone meal atau tepung tulang dan daging.
HPP ini yang kemudian mempengaruhi harga jual pada tingkat peternak dalam kondisi normal berkisar Rp 22.000 - 24.000, yang kemudian berakibat pada harga eceran telur ayam ras yang seharusnya berkisar Rp 27.000 - Rp 28.000 per kilogram.
Adapun selama Februari - Maret 2022, harga telur ayam ras di tingkat peternak sempat menurun dan membuat para peternak ayam petelur melakukan afkir dini. Afkir dini atau pengurangan populasi hampir 30 persen itu dilakukan untuk mengurangi beban produksi dan kerugian.
Replacement stock ayam petelur di kandang peternak usai afkir dini tersebut yang kemudian membutuhkan waktu beberapa bulan sebelum kembali ke performa yang baik. "Sehingga pasokan telur ayam ras saat ini pun dapat dikatakan belum kembali normal,” ucap Syailendra.
Ia berharap para peternak maupun pedagang agar dapat turut serta mendukung pemerintah dalam menahan dan meredam laju kenaikan harga telur ayam ras. “Dengan stabilitas harga telur ayam ras yang terjaga, akan tercapai iklim usaha telur ayam ras yang kondusif baik bagi peternak, pedagang, maupun masyarakat selaku konsumen,” ucap Syailendra.
Baca: Menteri BUMN, ESDM, hingga Menkeu Rapat di Kantor Airlangga, Harga BBM jadi Naik?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.