TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan hingga akhir tahun ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN tetap defisit. Artinya, kata dia, secara nominal, belanja akan tumbuh lebih besar dari penerimaan.
“Kita tetap membayangkan bahwa tahun ini APBN akan tetap defisit. Belanja negara akan tetap lebih besar dibandingkan dengan penerimaan negara,” ujar dia di acara Live interview Program Economic Update CNBC TV pada Selasa, 9 Agustus 2022.
Sehingga, kata Suahasil, efek APBN kepada perekonomian akan dioptimalkan. Wamenkeu yakin kondisi APBN tahun depan akan lebih baik dari tahun sekarang. "Nanti tanggal 16 Agustus diumumkan oleh Presiden Jokowi RAPBN 2023,” katanya.
Sementara untuk target PDB, Suahasil memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5-5,2 persen. Dia berharap pada Q3 dan Q4 2022 ini relatifly steady.
“Sehingga artinya kan kemarin kan 5,4 ya kalau di Q3 dan Q4 bisa tetap steady di sekitar atas 5 kita punya keyakinan bahwa akhir tahun bisa menyetuh angka 5-5,2 ya, sekitar angka itulah,” tutur Suahasil.
Wakil Menkeu ini mengungkapkan cara pemerintah memastikan APBN selalu dalam kondisi sehat. Dia menjelaskan kondisi ekonomi Indonesia jika dilihat dari strukturnya, APBN atau pengeluaran pemerintah di dalam seluruh produk domestik bruto (PDB) hanya sekitar 15-an persen.
“Sementara 85 persen lagi siapa yang membentuk PDB yang menciptakan pertumbuhan itu? tidak lain adalah dunia usaha, masyarakat,” ujar dia.
Suahasil mengibaratkan dunia usaha dan masyarakat itu adalah rumah tangga yang di dalamnya ada produsen. Sementara pengeluaran rumah tangga itu disebut konsumsi rumah tangga. Sehingga, kata dia, pemerintah mendorong konsumsinya.
“Nah APBN bisa enggak mendorong konsumsi rumah tangga? Bisa. Dengan acara apa? memastikan harga stabil, itu yang kita lakukan,” tutur Suahasil. “Jadi APBN bisa enggak mendorong investasi dari dunia usaha? Bisa. Dengan membuat harga stabil, biaya energinya kita buat stabil.”
Selain itu, pemerintah juga ingin daya beli masyarakatnya terdistribusi dengan baik, mulai dari kelompok lemah hingga kelompok atas yang sudah bisa mengurus dirinya sendiri. Namun, kelompok lemah dan menengah harus dipastikan memiliki daya beli, sehingga bisa melakukan kegiatan ekonomi, konsumsi dan investasi.
“Yang bisa ekspor ya melakukan ekspor, tapi biasanya kalau kita lihat seluruh perekonomian income-nya naik, impornya juga naik. Nah nanti kita lihat balancing-nya seperti apa,” kata Suahasil.
Baca: Wamenkeu Ungkap Cara Jaga APBN Selalu Sehat: Jaga Harga, Jaga Daya Beli Masyarakat