TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mengembangkan sekuritisasi Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) untuk mendorong pasar pembiayaan perumahan di Indonesia.
Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membangun kerangka kebijakan dan mengembangkan aturan hingga instrumen dalam membangun ekosistem pembiayaan perumahan di Indonesia.
“Bank Indonesia dalam hal ini dapat melakukan melalui policy makroprudential-nya yaitu dengan menurunkan risiko dari Aset Tertimbang Menurut Risiko atau ATMR-nya untuk sektor perumahan dan melonggarkan loan to value,” kata Sri Mulyani saat membuka acara Unlocking Securitization Role in Developing Sustainable Finance yang digelar oleh Direktorat Jederal Kekayaan Negara dan PT Sarana Multigriya Fiansial (Persero) atau SMF, pada Rabu, 6 Juli 2022, di Hotel Borobudur Jakarta, dikutip dalam keterangan resminya.
Ia mengatakan hal ini bertujuan agar lebih banyak yang berani mendanai sektor perumahan karena risikonya diturunkan bobotnya oleh bank sentral di dalam prudential frame-nya. Kerja sama yang erat dengan bank sentral melalui makroprudensial, OJK melalui mikroprudensial, dan Kementerian Keuangan dari sisi instrumen keuangan negara maupun dengan industri dan peran para investor itu menjadi sangat penting.
Sri Mulyani berharap terciptanya forum sekuritisasi yang baik di Indonesia yang terdiri dari mereka yang memiliki keahlian serta ikut merintis munculnya suatu produk sekuritisasi namun yang tetap bertanggung jawab, di mana underlying-nya harus tetap sound, risk management harus tetap baik dan juga transparan.
“Kita dapat belajar dari kegagalan Amerika Serikat pada tahun 2008-2009 di mana asset backed security-nya mereka nggak tahu lagi apa aset yang ada di dalam security-nya itu, dan bahkan mereka tidak bisa mengetahui berapa risiko dari aset tersebut. Ini ekstrem yaitu excessive securitization dengan risk framework yang sangat mungkin tinggi, kita berharap Indonesia belajar dari hal tersebut,” katanya.
Sri Mulyani menjelaskan sekuritisasi pada dasarnya adalah bagaimana sebuah aset KPR yang jangka panjang 15 tahun akan dicicil oleh pemiliknya, dan itu menjadi underlying asset yang bisa di issued sebuah surat berharga baru yang kemudian dijual di secondary market yang disebut Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP).
Aset di sini, menurut bendahara negara itu, adalah mortgage, bukan rumahnya. Namun cicilan tiap bulannya itu yang kemudian bisa dikemas dan dibentuk dalam bentuk security baru surat berharga baru yang kemudian bisa dibeli oleh investor.