"Pada kenyataannya sampai sekarang kami masih menunggu, menunggu karena kondisinya kita sudah jual semua minyak goreng itu. Udah nggak ada lagi (minyak goreng), dibeli masyarakat dengan harga murah Rp 14.000, " tutur dia.
Roy menyebutkan produsen pun tidak bisa memenuhi pengembalian dana selisih itu karena prosesnya pencairan dana dari BPDPKS belum selesai. "Ketika kami tanya ke produsen, produsen bilang kami belum selesai dr BPDPKS. Kita belum dapat dari BPDPKS," ujarnya.
Soal penagihan utang ini, Aprindo telah mengirim surat resmi pada Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman, namun tak ada kejelasan. BPDPKS juga tak bisa karena pengusaha retail tidak memilki hubungan dengan instansi tersebut.
Akhirnya Aprindo meminta audiensi kepada Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan agar persoalan utang ini segera dituntaskan. "Kondisinya sampai hari ini belum ada jawaban. Kita minta audiensi karena kami peretail enggak punya hubungan dengan BPDPKS," ucap Roy.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan pemerintah melalui BPDPKS telah menyiapkan dana sebesar Rp 7,6 triliun yang akan digunakan untuk membiayai penyediaan minyak goreng kemasan bagi masyarakat. "Sebesar 250 juta liter per bulan atau 1,5 miliar liter selama enam bulan," kata Muhammad Lutfi dalam konferensi pers virtual Selasa malam, 18 Januari 2022.
Dia mengumumkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng dengan harga setara Rp 14.000 per liter. Kebijakan minyak goreng satu harga merupakan upaya lanjutan pemerintah untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau.
Melalui kebijakan ini, kata Lutfi saat itu, seluruh minyak goreng, baik kemasan premium maupun kemasan sederhana, akan dijual dengan harga setara Rp 14.000 liter untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga serta usaha mikro dan kecil.
RIANI SANUSI PUTRI | HENDARTYO HANGGI
Baca: Berangkat Tanpa Antre Lewat Haji Furoda, Jemaah Diingatkan: Risiko Kuota Unpredictable
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini