Menurutnya, saat ini biaya produksi TBS di tingkat petani rata-rata mencapai Rp1.950/kg.
Dia menyebutkan, sejak pelarangan ekspor CPO dan produk turunannya dilakukan pemerintah pada 28 April—19 Mei 2022, harga TBS petani berada di bawah harga pokok penjualan (HPP). Menurutnya, kondisi itu terjadi secara merata di 22 provinsi yang menjadi sentra produksi sawit.
“Diharapkan mulai minggu depan [23 Mei] angka kenaikkannya [harga TBS] sudah di atas Rp1000/kg dari angka HPP atau artinya naik Rp1.000 di atas biaya produksi Rp.1.950/kg,” kata Gulat.
Di sisi lain, Gulat menyebutkan, berdasarkan penelusurannya, hasil tender harga TBS antar peserta di PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) pada 20 Mei belum menemui kesepakatan.
“Ini yang menjadi tanda tanya kami petani sawit. Yang clear hanya tender di Belawan yaitu Rp14.106/kg CPO. Lokasi lainnya masih WD [tidak saling sepakat] seperti Dumai, T. Duku, T. Bayu. Ini juga harus menjadi perhatian penting dari aparat penegak hukum dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), karena KPBN itu BUMN, jadi harus diperiksa tata cara perhitungan tender CPO-nya, semua harus transparan,” tutur Gulat.
Gulat juga meminta pabrik kelapa sawit (PKS) untuk tidak lagi menekan harga TBS di tingkat petani karena keran ekspor sudah dibuka.
Di sisi lain, dia juga berharap agar beleid Permentan No.1/2018 untuk direvisi lantaran membebani petani swadaya yang tidak bermitra dengan perusahaan.