TEMPO.CO, Samarinda -Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Isran Noor mengatakan maraknya tambang ilegal karena UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Hal itu ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI bersama Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI di DPR, Senin, 11 April 2022.
"Kemajuan tambang ilegal setelah UU Nomor 3 Tahun 2020 ini sangat luar biasa. Belum ada izin saja sudah ditambang. Pertanyaan saya, kenapa UU ini dibuat?" kata Isran Noor, melalui rilis yang diterima Tempo, Senin, 11 April 2022.
Dengan kondisi tersebut, Isran menilai wibawa negara seperti hilang karena polemik pertambangan. "Sedikit saja sisanya," kata dia.
Isran menjelaskan hal tersebut terjadi karena semua kewenangan perizinan pertambangan ditarik ke pusat."Saat ada perubahan UU 23 Tahun 2014, masih lumayan karena provinsi masih memiliki porsi pengawasan. Tapi setelah UU Minerba ini, semuanya selesai," ucap dia.
Ia menilai, soal pengawasan pertambangan, harusnya terintegrasi. Yakni dengan memberikan kewenangan kepada pemerintah provinsi. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
Ia meminta DPR RI untuk memikirkan aturan agar negara tidak dirugikan dan masyarakat juga dapat manfaat dari pengelolaan tambang. Kemudian, Isran berbagi kisah, saat ia masih menjabat Bupati Kutai Timur. Di mana urusan tambang Galian C pun ia berikan kepada camat, dengan tujuan semua bisa terkontrol dengan baik.
"Maraknya tambang ilegal telah menyebabkan rusaknya lingkungan dan infrastruktur. Dana bagi hasil yang kembali ke daerah pun tidak cukup untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan itu," kata dia ."Hampir semua jalan negara, provinsi dan kabupaten kota rusak. Kurang lebih seperti ombak lautan Pasifik."
Baca Juga: KLHK Tangkap 11 Pelaku Tambang Batu Bara Ilegal di Kawasan IKN