Di samping perkara geopolitik, Sri Mulyani mengatakan tantangan yang lain adalah masih terkait pandemi Covid-19. Ia menyebut transisi dari pandemi ke endemi masih belum pasti dan perlu direkalibrasi.
Di samping itu, ia juga mengantisipasi kebijakan tappering di Amerika Serikat. Terlebih setelah Gubernur The Fed Jerome Powell yang mengatakan bakal menaikkan suku bunga pada Maret dan akan terus menahan likuiditas.
Begitu pula dengan situasi di Eropa. Ia mengatakan inflasi negara-negara Eropa sudah mencapai sekitar 5 persen.
"Tapi secara implisit meyakini inflasi ini sementara karena Eropa sebenarnya dari sisi output gap belum mengalami kenaikan di mana terjadi shortage of supply," tuturnya.
Sri Mulyani juga melihat langkah Cina yang akan mengombinasikan antara kebijakan hijau dan kemampuan mengantisipasi isu struktural di sana yang berpotensi memiliki dampak ke seluruh dunia.
"Secara umum, kita harus waspadai disrupsi dari sisi suplai. Kalau kita melihat berita kemarin AS suplai dari chipnya hanya tinggal 5 hari, biasanya mereka stok satu bulan. Jadi disrupsi pasokan terus akan meningkat," tutur dia.
CAESAR AKBAR
BACA: Cara Sri Mulyani Agar Dampak Omicron Tak Bebani Ekonomi Kuartal I 2022
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.