TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, meminta pemerintah melanjutkan larangan ekspor batu bara hingga seluruh pengusaha memenuhi ketentuan domestic market obligation (DMO). Ia menyatakan pencabutan larangan ekspor akan mengancam pasokan dalam negeri yang membuat tarif listrik naik.
“Kalau larangan ekspor batu bara tidak diberlakukan, yang menyebabkan PLN menaikkan tarif listrik, akan semakin memberatkan beban rakyat. Sungguh amat ironis, batu bara yang seharusnya untuk memakmurkan rakyat justru memberatkan rakyat,” ujar Fahmy dalam keterangannya, Selasa, 11 Januari 2022.
Pemerintah berencana melonggarkan ekspor batu bara secara bertahap. Mulai hari ini, ada beberapa kapal yang akan dilepas untuk mengirimkan komoditas ke luar negeri setelah pelbagai pihak melayangkan protesnya.
Sebelumnya, Indonesia mengeluarkan larangan ekspor batu bara secara temporer mulai 1 hingga 31 Januari 2022. Larangan muncul pasca-adanya laporan dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) PLN yang menyatakan stok batu bara perusahaan sangat rendah.
Larangan ekspor juga dipicu oleh tidak dipenuhinya DMO yang mewajibkan pengusaha memasok batu bara ke PLN sebesar 25 persen dari total produksi per tahun. Hingga Desember 2021, dari 5,1 juta ton kebutuhan PLN, pengusaha hanya memasok sebesar 350 ribu metrik ton atau sekitar 0,06 persen dari total kebutuhan.
Fahmy menyatakan semestinya pemerintah lebih dulu memastikan pasokan batu bara dalam negeri aman sebelum mencabut larangan ekspor. “Kalau kebutuhan PLN tidak segera dipenuhi, berpotensi menyebabkan 20 PLTU batu bara dengan daya sekitar 10.850 mega watt akan terjadi pemadaman,” ujarnya.