TEMPO.CO, Jakarta -PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sedang menempuh opsi restrukturisasi melalui jalur pengadilan atau in court untuk meringankan utang-utangnya yang senilai US$ 9,8 triliun atau nyaris setara dengan Rp 140 triliun (asumsi kurs Rp 14.247). Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas perusahaan meyakini peluang keberhasilan skema restrukturisasi ini mencapai 70 persen.
Ketua Masyarakat Hukum Udara Indonesia Andre Rahadian mengatakan sesuai hukum di Indonesia, opsi penyelesaian kewajiban melalui jalur pengadilan merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh selain negosiasi antar-perusahaan. Opsi ini memungkinkan penyelesaian restrukturisasi kewajiban berlangsung lebih cepat.
“PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang) menjadi menarik digunakan karena lebih kepada ada batasan waktu prosesnya. Kita tahu maskapai memang sedang berkejaran dengan waktu antara penyelesaian kewajiban dengan kreditur serta operasional dari lembaga usaha,” ujar Andre dalam webinar Kadin, Kamis, 11 November 2021.
Adapun penyelesaian utang melalui pengadilan berlangsung lebih cepat ketimbang opsi negosiasi one on one lantaran terdapat ketentuan mengenai tahapan-tahapan dalam proses hukumnya. Meski demikian, opsi jalur pengadilan memiliki risiko.
Bila dalam prosesnya perusahaan tidak mencapai kesepakatan restrukturisasi utang dengan para kreditur, maskapai dapat dinyatakan pailit. “Jadi dalam hal ini, yang krusial adalah mencapai kesepakatan dengan kreditur mengenai penjadwalan atau mekanisme pembayaran kembali utang-utang yang ada,” ujar Andre.