"Namun demikian, Kementerian Keuangan dalam hal ini bukan sebagai inisiator RUU Perampasan Aset," ujar Rahayu dalam keterangan tertulis, Senin, 11 Oktober 2021.
Tugas dan kewenangan Kementerian Keuangan yang terkait dalam RUU tersebut antara lain terkait materi pengelolaan aset tindak pidana yang dilakukan oleh Kemenkeu cq. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagai bagian dari pengelolaan barang milik negara atau BMN setelah terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
RUU Perampasan Aset ini diharapkan membuat pelaksanaan tugas pengelolaan aset terkait dengan tindak pidana (yang dapat dirampas berdasarkan RUU
Perampasan Aset) terintegrasi.
Dengan begitu, instansi yang berwenang mengelola aset rampasan bisa lebih mudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan kewenangan dari masing-masing. Pencatatan atas aset sitaan dan rampasan dilakukan secara terintegrasi serta nilai ekonomis dari aset-aset sitaan dan rampasan tetap terjaga.
"Dengan demikian RUU Perampasan Aset dapat turut serta mendukung optimalisasi pengelolaan aset yang saat ini terus diupayakan oleh Kemenkeu," kata Rahayu.
Sebelumnya, Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset agar segera dibahas dan disahkan. Hal tersebut dinilai bakal membantu dalam penyelesaian kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia atau BLBI.
Kasus hak tagih negara atas dana BLBI ini telah berlarut-larut dan berusia hampir 22 tahun hingga kini, dan tak kunjung surut.
“Dan tugas lainnya di kemudian hari sebagai dasar penegak hukum melakukan pengejaran harta kekayaan para penjahat ekonomi untuk sebelum, selama, dan setelah proses persidangan,” kata Setia pada konferensi pers virtual, Jumat, 27 Agustus 2021.
HENDARTYO HANGGI | BISNIS
Baca: Ingkar Janji Jokowi, dari Tax Amnesty sampai Kereta Cepat Tanpa APBN