Menurut dia, penambahan PMN di tengah jalan ini sah-sah saja. "Hal fleksibilitas bagi pemerintah diatur dalam UU APBN 2021 dan itu pun tetap dilaporkan dan dimintakan persetujuan DPR," kata dia.
Pada Juli 2021, Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan usulan tambahan PMN untuk tiga BUMN sebesar Rp 33,9 triliun. PT Hutama Karya Rp 19 triliun, Waskita Karya Rp 7,9 triliun, dan KAI Rp 7 triliun.
Agustus 2021, Erick melaporkan ke Komisi BUMN DPR bahwa belum semua usulan tambahan PMN ini yang disetujui Kementerian Keuangan. Waskita disetujui Rp 7,9 triliun dan Hutama Karya hanya disetujui Rp 9 triliun, kurang dari separuh usulan awal.
Erick pun melaporkan usulan Rp 7 triliun untuk KAI belum mendapat persetujuan. Isa juga tidak mengetahui pasti kenapa KAI saat itu belum mendapatkan persetujuan PMN, layaknya Hutama Karya dan Waskita Karya.
"Coba cek dengan DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) ya," kata dia. Akan tetapi, Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan, Meirijal Nur, yang mengurusi hal ini, belum memberikan respons.
Pada 6 Oktober, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021. Lewat beleid ini, Jokowi menunjuk KAI menjadi konsorsium BUMN yang menggarap proyek kereta cepat.
KAI memimpin perusahaan patungan lain seperti PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, hingga PT Perkebunan Nusantara VIII. Beleid ini pun memberi jaminan akan adanya PMN untuk KAI sebagai pimpinan konsorsium.
Pasal 4 ayat 4 di PP 93 ini mengatur bahwa PMN untuk pimpinan konsorsium kereta cepat diberikan untuk dua tujuan. Tidak hanya untuk pemenuhan kekurangan kewajiban penyetoran modal, tapi juga untuk mengatasi kenaikan atau perubahan biaya (cost overrun).
Baca juga: Dukungan APBN untuk Proyek Kereta Cepat Tunggu Audit BPKP