Adapun pada 2020, utang perusahaan meningkat hingga 229 persen. Peningkatan terjadi akibat penerapan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) 73.
"Dapat kami sampaikan bahwa perubahan tersebut utamanya disebabkan oleh dampak penerapan PSAK 73 sewa yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2020," tutur Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio dalam laporan keterbukaan emiten di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan laporannya, total utang Garuda pada 2020 naik menjadi US$ 12,73 miliar dari posisi per 31 Desember sebesar US$ 3,8 miliar. Dengan demikian terdapat selisih US$ 8,85 miliar untuk posisi utang atau liabilitas pada 31 Desember 2019 dan periode yang sama 2020.
Penerapan PSAK 73 juga menyebabkan nilai aset Garuda naik 142 persen. Total aset Garuda yang pada 31 Desember 2019 sebesar US$ 4,45 miliar meningkat menjadi US$ 10,78 miliar atau naik 142 persen.
4. PTPN
PT Perkebunan Nusantara tercatat memiliki utang US$ 3,1 miliar atau sekitar Rp 47 triliun. Sebagai langkah restrukturisasi untuk menuntaskan beban utang-utangnya, PTPN melalui holding perusahaan meningkatkan kinerja dengan membentuk subholding Sugar Co atau PT Sinergi Gula Nusantara.
Pembentukan ini membutuhkan investasi di atas Rp 20 triliun. Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani beberapa waktu lalu mengatakan PTPN akan melakukan divetasi atau pelepasan saham ke pihak swasta untuk mendanai SugarCo.
Berdasarkan persetujuan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, porsi saham yang akan digenggam investor adalah 49 persen. Dengan demikian, pemerintah tetap memiliki andil terbesar dalam posisi saham perusahaan pelat merah.
“Jadi dengan ini, PTPN tetap sebagai mayoritas pemegang saham dan kita juga memintakan ada pakta non-deduktif. Kapan pun kita tetap mayoritas, negara tetap mengendalikan (saham),” ujar Gani dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR, Senin, 20 September lalu.