Gerakan memberantas kripto ini terjadi di saat pemerintah sejumlah negara di Asia hingga Amerika Serikat cemas dengan sangat tingginya volatilitas uang digital dan bisa mengurangi pengawasan terhadap sistem moneter dan finansial, meningkatkan risiko sistemik, mendorong kejahatan finansial dan merugikan investor.
Mereka juga khawatir penambangan kripto dengan menciptakan Bitcoin dan aset-aset kripto lainnya semakin memperburuk kondisi lingkungan global.
The People's Bank of China atau Bank Sentral Cina menyatakan cryptocurrency dilarang beredar dan begitu juga lembaga penukaran mata uang dilarang menyediakan layanan ke investor yang berasal dari Cina.
Bank sentral juga melarang lembaga keuangan, perusahaan pembayaran dan perusahaan internet memfasilitas perdagangan kripto di dalam negeri. "Pemerintah akan melarang spekulasi mata uang virtual untuk menjaga properti masyarakat, ekonomi, finansial dan ketertiban umum," kata PBOC.
Harga Bitcoin terus merosot belakangan ini. Situs coingecko.com pada hari ini, Sabtu, 25 September 2021 menunjukkan harga aset kripto tersebut berada di level US$ 42.679 atau sekitar Rp 610 juta (asumsi kurs Rp 14.293 per dolar AS). Harga Bitcoin itu jeblok hampir 10 persen dalam sepekan terakhir.
Padahal sebelumnya pada pertengahan April lalu, Bitcoin sempat menembus rekor tertinggi sepanjang masa di level US$ 64.804,7 atau sekitar Rp 926 juta. Tak hanya aset kripto yang mayoritas dimiliki investor itu yang jeblok, cryptocurrency lainnya seperti Ethereum (ETH), Binance Coin (BNB), Solana (SOL), Dogecoin (DOGE) juga anjlok selama sepekan terakhir.
REUTERS | RR ARIYANI
Baca: Krakatau Steel Kurangi Jumlah Karyawan hingga 62 Persen, Ini Sebabnya