TEMPO.CO, Jakarta – Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, mengusulkan pemerintah mempertimbangkan pemberlakuan cukai bahan bakar minyak atau BBM sebagai salah satu cara untuk memulihan ekonomi saat keadaan pandemi Covid-19 mulai membaik. Upaya ini sekaligus untuk mendorong pemulihan hijau atau green recovery sebagai paket reformasi lingkungan.
“Salah satu yang saya purpose, saya tahu ini politically sensisitif, tapi saya ingin katakan, bansos, bantuan UMKM, membutuhkan anggaran besar. Mengapa kita tidak memberlakukan exice (cukai) untuk BBM? BBM itu yang menikmati adalah kelompok atas bukan bawah,” ujar Chatib dalam webinar bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia di Oslo, Ahad, 15 Agustus 2021.
Chatib mencontohkan bila besaran cukai BBM ditetapkan senilai Rp 1.000 per liter. Untuk 60 juta kiloliter, negara bisa memperoleh sekitar Rp 60 triliun. Dana itu dapat digunakan untuk penanganan krisis.
Dengan demikian, upaya pengenaan cukai akan berdampak baik untuk mengatasi persoalan pembayaran di tengah krisis dan memiliki imbas positif bagi makro ekonomi. Chatib mengimbuhkan, saat ini berbagai negara sudah melakukan berbagai gerakan untuk mendorong pemulihan hijau.
Aktivitas untuk menekan emisi dilaksanakan seiring dengan penandatanganan Paris Agreement atau perjanjian Paris. Bahkan, Amerika Serikat dan Cina yang kerap terlibat konflik dagang pun sama-sama ikut menandatangani perjanjian tersebut.
Kondisi ini tentu berimplikas terhadap pembiayaan bagi berbagai perusahaan, termasuk di Indonesia. Indonesia, kata Chatib, dapat mulai mendorong berbagai insentif untuk kegiatan-kegiatan ramah energi, seperti penggunaan mobil listrik. “Jadi perusahaan di Indonesia harus mulai mengantisipasi ke arah itu (green energy),” ujar Chatib.
BACA: Ini Alasan BBM Oktan Tinggi Bisa Membuat Mesin Lebih Sehat
FRANCISCA CHRISTY ROSANA