TEMPO.CO, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan buruh Indonesia mendukung upaya pemerintah untuk melawan pandemi Covid-19 dengan cara vaksinasi. Pemberian vaksin kepada rakyat termasuk kaum buruh dan keluarganya untuk mencegah meluasnya penyebaran Pandemi Covid-19, menurut mereka, adalah tugas negara.
Oleh karena itu, KSPI menilai apapun bentuk dan strategi pemberian vaksin termasuk pembiayaannya kepada seluruh rakyat menjadi tanggung jawab pemerintah dan pengusaha, termasuk dimulainya program vaksin gotong royong dan vaksin berbayar secara individu.
Namun demikian, KSPI mempermasalahkan pemberian vaksin yang dilakukan secara berbayar, baik program vaksin gotong royong maupun vaksin berbayar secara individu yang rencananya dikeluarkan oleh Kimia Farma. Jika ini dilanjutkan, tutur mereka, patut diduga akan terjadi komersialiasi yang hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu.
“Setiap transaksi jual beli dalam proses ekonomi berpotensi menyebabkan terjadinya komersialisasi oleh produsen yang memproduksi vaksin dan pemerintah sebagai pembuat regulasi, terhadap konsumen dalam hal ini rakyat termasuk buruh yang menerima vaksin,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Senin, 12 Juli 2021.
Iqbal mengatakan program vaksinasi berbayar yang dikenal dengan nama Vaksin Gotong Royong, sekalipun biaya vaksinasi dibayar oleh pengusaha, apalagi vaksin berbayar secara individu, dikhawatirkan akan terjadi komersialisasi vaksin atau transaksi jual beli harga vaksin yang dikendalikan oleh produsen.
Sebagaimana diketahui, kata Said Iqbal, dalam keputusan yang telah diteken oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada 11 Mei 2021 dijelaskan bahwa harga vaksin gotong royong buatan Sinopharm adalah Rp 321.660 per dosis, di mana tarif pelayanan vaksinasi belum termasuk di dalam harga tersebut.
Beleid itu juga mematok tarif pelayanan vaksinasi sebesar Rp 117.910 per dosis. Dengan demikian, tutur Iqbal, jika dijumlahkan total harga sekali penyuntikan Rp 439.570 atau berkisar Rp 800 ribu untuk 2 kali penyuntikan.
“Intinya, KSPI mengharapkan kepada pemerintah agar pemberian vaksin untuk buruh dan setiap warga negara digratiskan,” tegasnya.
Bilamana pemerintah membutuhkan anggaran tambahan untuk menyelenggarakan vaksin gotong royong ini, Iqbal menyarankan agar pemerintah menaikkan sedikit nilai pajak badan perusahaan (PPH 25) dan mengambil sebagian anggaran Kesehatan yang dalam UU Kesehatan besarnya adalah 5 persen dari APBN dengan cara melakukan efisiensi birokrasi di bidang kesehatan.
Said Iqbal mengatakan KSPI setuju dengan vaksin gotong royong, tetapi biaya ditanggung pemerintah. Buruh juga menilai program vaksin individu dengan biaya sendiri tidak diperlukan.
"Karena sesuai dengan perintah konstitusi sebagaimana diatur dalam UUD 1945, UU Kesehatan, dan UU Karantina; program vaksinisasi Covid-19 ini adalah tanggungjawab negara," kata Iqbal.
Sebelumnya, Kimia Farma berencana menggelar Vaksinasi Gotong Royong Individu mulai hari ini, Senin, 12 Juli 2021. Namun, pelaksanaan program tersebut ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.
Sekretaris Perusahaan PT Kimia Farma Tbk, Ganti Winarno, mengataan tujuan perseroan menggelar vaksinasi adalah untuk mendkung percepatan dan perluasan vaksinasi gotong royong, bukan untuk komersialisasi.
"Pada prinsipnya kami mendukung. Tidak ada komersialisasi atau sebagainya. Semuanya sudah terbuka, dari sisi komponen harga dan sebagainya. Sudah dilakukan reviu oleh lembaga independen," ujar Ganti dalam konferensi pers, Ahad, 11 Juli 2021.
Juru bicara vaksinasi dari Bio Farma, Bambang Heryanto, mengatakan harga untuk vaksin yang dipergunakan untuk vaksinasi Gotong Royong sudah direviu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan alias BPKP. "Struktur harga sudah terbuka dan dibuka dengan jelas. Jadi tidak ada yang ditutupi. Soal isu marjin berapa di situ sudah ditetapkan dengan seluas-luasnya dan seterbuka mungkin," kata Bambang.
CAESAR AKBAR
Baca juga: Kimia Farma Tunda Pelaksanaan Vaksinasi Individu Berbayar, Kenapa?