Dalam 15 tahun ke depan, lanjut Airlangga. Indonesia membutuhkan sekitar 9 juta talenta digital atau 600 ribu talenta setiap tahunnya untuk mendukung agenda transformasi digital. Formasi talenta digital tersebut akan lebih didominasi oleh generasi milenial yang sedang dalam usia produktif.
“Pemulihan (reset dan rebooting ekonomi) membutuhkan akselerasi, dan ekonomi digital yang akan dapat mewujudkannya dalam waktu dekat ini. Kesuksesan ekonomi digital tentunya disokong oleh perkembangan infrastruktur teknologi digital,” ujar Airlangga.
Adapun untuk merespon transformasi pasar tenaga kerja itu, pemerintah sudah melakukan beberapa upaya meningkatkan kualitas SDM. Yakni, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang sudah diatur dalam UU Cipta Kerja untuk memberikan jaminan bagi para pekerja yang terkena PHK. Lalu, program Kartu Prakerja yang ditujukan untuk para pencari kerja, pekerja yang di-PHK, dan pekerja yang membutuhkan kompetensi lebih tinggi dari sebelumnya.
Serta, dalam jangka panjang pemerintah menyempurnakan sistem nasional Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Kejuruan atau Technical and Vocational Education and Training (TVET) agar lebih sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dengan menguatkan link and match antara sektor industri dan sekolah vokasi.
“Untuk mendorong lebih lanjut keterlibatan industri dalam kegiatan vokasi, pemerintah sudah menyediakan Super Tax Deduction, yaitu insentif pajak sampai 200 persen dari total biaya riil yang dikeluarkan oleh industri ketika menjalankan kegiatan vokasi melalui skema pelatihan dan pemagangan,” tutur Airlangga.
Sedangkan untuk target jangka menengah dari kebijakan penciptaan lapangan kerja, pemerintah akan fokus kepada tiga strategi, yaitu ekonomi hijau (green economy), ekonomi biru (blue economy), dan ekonomi digital.
Baca Juga: Usulan PPKM Darurat Versi Airlangga dan Luhut Berbeda, Mana yang Dipakai Jokowi?