Data itu meliputi data transaksi, identitas, perizinan, dan data lain yang sifatnya non-transaksional. Data dari puluhan instansi ini dipakai untuk memperkaya basis data perpajakan selain menggali potensi penerimaan negara.
Ditjen Pajak pun berwenang mengelola data dan informasi dari WNI yang berada di luar negeri melalui platform exchange of information sejak 2017. “Sekarang Ditjen Pajak mendapat informasi dari 80 negara atau yurisdiksi dan dikirim ke Indonesia untuk setiap tahun kalender,” ujar Sri Mulyani.
Dalam perkembangannya, data juga dipakai untuk menganalisis kasus-kasus kepatuhan perpajakan dan membangun compliance risk management atau CRM. Ia berharap upaya reformasi perpajakan melalui pengumpulan data bisa terus dilakukan dengan kerja sama dengan pihak-pihak eksternal.
“Kami harapkan akan dibangun sebuah institusi Ditjen Pajak yang andal, punya kapasitas dalam mengantisipasi perubahan dan dinamika ekonomi terutama pasca-pandemi, terutama digital platform. Ini penting untuk menciptakan Ditjen Pajak yang data oriented,” ujar Sri Mulyani.
Baca: Sri Mulyani Sebut Satu Penduduk RI Bisa Punya 40 Nomor Identitas