Sebelumnya, kinerja keuangan Garuda Indonesia tak kunjung membaik pada 2021. Emiten berkode GIAA itu terakhir mencatatkan utang hingga Rp 70 triliun atau US$ 4,9 miliar.
Dalam pernyataannya kepada karyawan perusahaannya dalam sebuah rapat, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan setiaputra mengatakan perusahaan pelat merah ini dalam kondisi berat secara finansial.
Ia menyatakan perseroan terus berkomunikasi dengan pemerintah untuk mencari opsi penyelamatan perusahaan. Musababnya, perusahaan masih terus mengalami tekanan karena pandemi Covid-19. “Kami setiap saat komunikasi,” ujar Irfan.
Irfan saat itu juga mengatakan Garuda Indonesia memiliki utang yang jumlahnya bertambah lebih dari Rp 1 triliun per bulan seiring dengan penundaan pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pada pemasok. "Saat ini arus kas GIAA berada di zona merah dan memiliki ekuitas minus Rp 41 triliun," ujarnya dalam sebuah rekaman.
Sebagai langkah untuk mempertahankan bisnis, Garuda akan melakukan restrukturisasi yang mencakup pengurangan jumlah armada pesawat hingga 50 persen. Bila saat ini Garuda memiliki 142 pesawat, ke depan perusahaan kemungkinan hanya mengoperasikan 70 unit.
Selain itu, belakangan Garuda Indonesia menawarkan pensiun dini kepada karyawan perusahaan. Rencananya, pensiun dini mulai berlaku pada Juli 2021.
Baca: Terlilit Utang Rp 70 T, Garuda Indonesia Lapor 3 Langkah Penyelesaian ke BEI