Dalam keterbukaan informasi yang dikeluarkan pada 29 Maret 2021, Direktur SRIL Allan M. Severino, menjelaskan bahwa pihaknya akan mengajukan proses restrukturisasi. “Saat ini PT Sri Rejeki Isman Tbk. masih melanjutkan proses perpanjangan sindikasi dengan Mandated Lead and Arranger Bank (MLAB),” ucapnya.
Berikutnya, pada 4 April 2021, Sritex menunjuk Helios Capital dan Assegaf Hamzah & Partners untuk mewakili perseroan dalam proses restrukturisasi utang tersebut. SRIL meminta perpanjangan jatuh tempo pembayaran utang hingga Januari 2024.
Namun pada akhir bulan April, tepatnya pada tanggal 19 sampai 22 April 2021, gelombang gugatan PKPU mulai datang dari berbagai pihak. Pada 19 April, CV Prima Karya menggugat PKPU SRIL dan 3 anak usahanya, Sinar Pantja Djaja, Bitratex Industries, dan Primayudha Mandirijaya.
Publik pun mencium dugaan rekayasa atas gugatan tersebut. Pasalnya, nilai gugatan PKPU yang diajukan hanya Rp 5,5 miliar, angka yang tidak sebanding dengan kas perusahaan pada saat itu. Tak hanya itu, kedekatan Djoko Prananto, petinggi CV Prima Karya, dengan keluarga Lukminto semakin menguatkan isu tak sedap tersebut.
Keesokan harinya, gugatan yang sama juga datang dari PT Bank QNB Indonesia Tbk. (BKSW). Bedanya, kali ini gugatan ditujukan kepada Iwan Setiawan Lukminto dan istrinya, serta PT Senang Kharisma Textil, perusahaan yang juga tergabung ke dalam grup usaha milik Sritex.
Pada 22 April giliran PT Rayon Utama Makmur yang digugat PKPU. Sebelumnya, perusahaan ini telah digugat PT Swadaya Graha, namun gugatan tersebut telah ditolak oleh hakim. Kini, PT Indo Bahari Express mengajukan gugatan yang sama.
Dari empat gugatan PKPU, separuhnya ditolak oleh pengadilan. Pada 6 Mei lalu, status PKPU diberikan Pengadilan Negeri Semarang atas SRIL dan 3 anak usahanya. PT Rayon Utama Makmur juga berada dalam status PKPU. Sementara itu, gugatan PKPU BKSW ditolak majelis hakim karena dirasa belum memenuhi persyaratan.