TEMPO.CO, Jakarta - Status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara yang disandang oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex akan berakhir 45 hari sejak putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, yang dibacakan pada Kamis, 6 Mei 2021.
Saat ini emiten tekstil bersandi SRIL ini belum mampu memenuhi kewajiban pembayaran kupon dan utang jangka menengah. Atas dasar ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan saham SRIL mulai kemarin, Selasa, 18 Mei 2021.
“Kami sampaikan bahwa pembayaran pokok dan bunga kepada pemegang MTN (Medium Term Note) melalui Pemegang Rekening yang seharusnya dilaksanakan pada tanggal 18 Mei ditunda,” seperti dikutip dari lampiran surat resmi KSEI.
Sebelumnya, pada 22 Maret 2021 lalu, Moody’s Investors Service menurunkan peringkat utang SRIL dari B1 menjadi B3. “Penurunan peringkat mencerminkan likuiditas Sritex yang terus-menerus lemah dan meningkatnya risiko pembiayaan kembali karena penundaan yang berkelanjutan dan material lebih lanjut dengan latihan perpanjangan pinjamannya,” jelas Stephanie Cheong, Analis Moody’s ketika itu.
Beberapa hari setelahnya, pada 26 Maret 2021, Fitch Ratings juga menurunkan peringkat SRIL pada Long-Term Issuer Default Rating (IDR) dari B- menjadi BB-. Peringkat uang kertas SRIL yang beredar juga menurun dari peringkat BB- menjadi B- atau RR4.
Pada saat itu, Fitch Rating pun menempatkan SRIL dalam Rating Watch Negative (TWN). Keputusan tersebut diambil setelah Peringkat Nasional Jangka Panjang SRIL juga mengalami penurunan dari peringkat A+ (idr) menjadi BB (idn).
Turunnya peringkat utang tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan SRIL dalam membayar utang sindikasi senilai US$ 350 juta atau sekitar Rp 4,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.284 per dolar AS).